PERAN ADVOKAT DALAM PENEGAKAN HUKUM

PERAN ADVOKAT DALAM PENEGAKAN HUKUM– Advokat berstatus sebagai penegak hukum adalah salah satu perangkat hukum dalam proses peradilan kedudukannya setara dengan penegak hukum lainnya, menegakkan hukum dan keadilan. lebih tegas lagi adalah salah satu pilar penegak supremasi hukum dan pelindung hak asasi manusia di Indonesia.

Berbicara tentang bantuan hukum dan perlindungan hak asasi manusia dalam konteks Indonesia sebagai Negara hukum, menjadi pentingnya artinya manakala dipahami bahwa dalam bangun Negara hukum melekat ciri-ciri yang mendasar, seperti, perlindungan hukum atas hak-hak asasi manusia, persamaan hukum, peradilan yang bebas tidak memihak dan tidak dipengaruhi oleh sesuatu kekuasaan lain, dan legalitas dalam arti hukum dalam semua bentuknya. suatu Negara tentu tidak dapat kita katakan sebagai Negara hukum, apabila Negara bersangkutan tidak mampu memberikan penghargaan dan jaminan hukum terhadap advokat, dan perlindungan hukum terhadap rakyatnya dan masalah hak asasi manusia.

Begitu pentingnya perlindungan hukum, bantuan hukum dan hak asasi manusia, karena menyangkut harkat dan martabat manusia di dunia, adanya instrument HAM internasional sebagai rujukan seperti Charter of the United nation ( 1945 ), Universal Declaration of Human Rights ( 1948 ), Indonesia telah membentuk undang-undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi menentang penyiksaan dan penghukuman lain yang kejam yang tidak manusiawi atau merendahkan harkat dan martabat manusia, undang-undang Nomor. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan hak asasi Manusia. Jadi setiap penegak hukum dalam menegakkan hukum wajib mempedomani dan menaati undang-undang ini, karena amanat bangsa Indonesia sebagai Negara hukum ( rechtstaat ) dan setiap warga Negara mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerinrtahan, artinya jadi setiap warga Negara indonesia tanpa kecuali, berhak atas perlindungan hukum, bantuan hukum dan perlakuan hukum yang manusiawi dalam bentuk pribadi, keluarga, kehormatan, rasa aman dan rasa keadilan, karena salah satu cita-cita dari perjuangan bangsa indonesia atau proklamasi kemerdekaan indonesia yakni melindungi segenap tumpah darah Indonesia dalam hukum dan hak asasi manusia.

Pada zaman penjajahan belanda di Indonesia, belanda menggunakan kekerasan atau tekanan, membujuk dengan janji-janji, melakukan pemaksaan pengakuan memberikan keterangan-keterangan, cara seperti itu sudah bukan saatnya lagi, karena Indonesia sudah berada di alam kemerdekaan, boleh saja belanda meninggalkan hukumnya di indonesia, tapi jangan mewarisi cara-cara penjajah memperlakukan pribumi, ketika dituduh, didakwa melakukan perbuatan yang melanggar hukum. dengan cara yang tidak manusiawi dalam menegakkan hukum, ini merendahkan harkat dan martabat manusia yang sangat bertentangan dengan hak asasi manusia, kita harus secara profesional dalam menggali dan mengkaji peristiwa hukum dan fakta-fakta hukum yang terjadi serta menggunakan alat-alat bukti, saksi-saksi yang ditentukan oleh KUHAP dalam membuktikan dugaan atau sangkaan setiap orang yang diduga melakukan perbuatan pidana untuk menegakkan hukum, bila mengabaikan itu, justru melanggar hukum dan mencederai rasa keadilan, karena tidak sesuai undang-undang dan bertentangan hak asasi manusia.

Setelah bangsa Indonesia yang merdeka, sudah tentu kita harus tinggalkan hukum kolonial belanda yang tidak manusiawi dan melanggar hak-hak azasi manusia, secara bertahap harus diganti dengan hukum yang sesuai alam demokrasi dan cita-cita kemerdekaan bangsa indonesia, tegaknya hukum dan keadilan berdasarkan pancasila, KUHAP adalah hukum acara.

Produk alam kemerdekaan, maka HIR banyak dikoreksi dan dilakukan pembaharuan, khususnya dalam hal kedudukan dan hak-hak tersangka, terdakwa, hubungannya dalam pemberian bantuan hukum kepada tersangka, terdakwa, KUHAP mengatur bahwa bantuan hukum dari advokat dapat diberikan sejak seseorang ditangkap dan ditahan, hal ini berbeda sekali dengan HIR yang mengatur bantuan hukum itu baru dapat berikan setelah atau pada waktu pemeriksaan di muka sidang pengadilan.

HIR ( Herziene Indonesische Reglemen ) hukum acara pidana lama peninggalan belanda dan (KUHAP) Undang-undang Hukum Acara Pidana Indonesia, ( No. 8 tahun 1981 ), dibuat di alam kemerdekaan kedua hukum acara tersebut pada substansinya memberikan hak – hak tersangka, terdakwa untuk didampingi oleh advokat dalam persidangan, tetapi KUHAP lebih menjamin adanya kepastian hukum dan rasa keadilan dalam proses hukum dan penegakkan hukum. Sejak diundangkannya di Jakarta pada tanggal 5 April 2003 undang – undang Nomor. 18 Tahun 2003 tentang advokat, Undang-undang ini telah memberikan kedudukan advokat secara tegas dan jelas sejajar dengan penegak hukum lainnya seperti polisi, jaksa dan hakim, apalagi dalam pasal 37 Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman meyebutkan “ Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum.” jadi seharusnya advokat memiliki kewenangan atau hak hukum untuk menguji adanya bukti permulaan setiap orang yang patut disangka melakukan perbuatan pidana bersama penegak hukum lainnya, ( prapenyidikan ) dan menjadikan azas praduga tak bersalah, sebagai dasar untuk menguji kesalahan seseorang, apakah cukup bukti yang ditentukan dalam KUHAP dan telah memenuhi semua unsur pasal dari setiap pasal yang disangkakan, berdasar atau beralasan hukum, perkara itu harus dilimpahkan ke pengadilan sebab perlakuan penahanan, bukan vonis dan putusan yang berkekuatan hukum tetap dan eksekusi, itu terkesan merampas kemerdekaan seseorang sudah pasti itu melanggar hak asasi hak manusia, dan mengenyampingkan asas praduga tak bersalah, karena sifatnya dipaksakan, undang-undang advokat merupakan asas legalitas bagi advokat dalam menjalankan profesinya, sudah barang tentu bagi tersangka, terdakwa yang didampingi advokat mendapatkan perlakuan yang manusiawi dan hak-haknya sebagai tersangka, terdakwa yang ada dalam undang-undang, karena advokat sebagai penegak hukum dijamin oleh Negara di dalam hukum dan peraturan perundang-undangan, bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam mendampingi kliennya yang menjadi tanggung jawabnya sejak dari awal penyidikan sebelum ditetapkan jadi tersangka sampai perkaranya di pengadilan, dengan tetap berpegang pada sumpah atau janji dan kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.

Kedudukan advokat sebagaimana diatur dalam undang-undang advokat dan hak-hak tersangka dalam kitab undang-undang hukum acara pidana berkaitan erat dengan penanganan perkara pidana atas diri tersangka, terdakwa. Advokat tidak bisa lagi dipandang sebagai pelengkap persidangan, sebagai obyek penderita dalam persidangan dan kadang-kala dianggap memperlambat dan mempersulit jalannya persidangan, pandangan seperti ini adalah pandangan yang keliru dan kaku, karena tidak tahu atau tidak mau tahu apa dan bagaimana kedudukan para advokat Indonesia sekarang setelah adanya undang-undang advokat, namun masih ada saja budaya hukum masyarakat tertentu yang alergi terhadap advokat, ketika tersangka, terdakwa didampingi advokat, lalu menyuruh tersangka atau keluarganya, agar tidak perlu didampingi advokat, ini konsep lama mustinya harus ditinggalkan, karena KUHAP sendiri sudah menjamin hak-hak tersangka, terdakwa, bahwa sejak saat ditangkap, ditahan dan disidik wajib didampingi penasihat hukum yang berprofesi sebagai advokat, sejalan dengan perkembangan sistem hukum sekarang dimana setiap kasus hukum beralasan untuk dibela, karena hukum yang selalu diandalkan netral dan adil, sama rasa sama rata, namun hukum sering tidak memberikan rasa keadilan dan tidak netral, hukum seperti belah bambu diangkat sebelah dan diinjak sebelah yang kadang merugikan mayoritas orang miskin yang lemah.

Menegakkan hukum selalu menyandang konsekuensi mengorbangkan tersangka, terdakwa karena menjadi obyek pemeriksaan, walaupun ada jaminan bagi tersangka, terdakwa azas praduga tak bersalah, namun itu tidak menjamin dan tidak memadai memberikan harapan hukum yang adil, walaupun azas Itu ada dalam hukum, tapi terkesan disampingkan, Dalam undang-undang advokat pasal 5 ayat (1) jelas disebutkan “ advokat adalah sebagai penegak hukum ” disebutkan sebagai penegak hukum yang mendampingi terdakwa dalam persidangan cukup kuat, tidak sekedar sebagai obyek tetapi sebagai subyek bersama para aparak penegak hukum lainnya, sama-sama berupaya menemukan putusan yang adil. Dalam prakteknya kedudukan terdakwa adalah lemah, mengingat penegak hukum seperti polisi, jaksa dan hakim pengetahuan hukum cukup, di banding tersangka, itu perlunya kehadiran seorang advokat untuk membantu menemukan putusan yang adil untuk terdakwa, agar proses pencarian keadilan menjadi seimbang, karena berada dalam kedudukan masing-masing pihak, yakni Negara melalui polisi, jaksa dan hakim berhadapan dengan tersangka, terdakwa bersama advokat, tentu tahu apa hak-hak tersangka dalam KUHAP, janganlah sampai terjadi dalam hukum kepentingan Negara mengorbankan kepentingan rakyat ( tersangka,terdakwa ) demi tegaknya hukum di Negara hukum.

Penilaian dulu masyarakat terhadap pembela, dulu pembela dianggap membela yang salah dan membela yang bayar, bukan yang benar, ketika orang itu tersandung persoalan hukum dan tidak merasa mendapat pelayanan jasa hukum yang puas dan atau perkaranya tidak berhasil, penulis adalah advokat dan ketua LSM “ Duta Advokasi Muslim Indonesia” Maros tidak menafihkan pandangan itu, karena masih ada oknum menamakan diri sebagai pembela dan melakukan profesi sebagai advokat, itu kejahatan dibidang hukum yang harus ditindaki, itu keliru karena melecehkan profesi advokat, apalagi yang sudah mengetahui, bahwa sudah ada undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang advokat, advokat sekarang tidak boleh dinamakan pembela, beda dengan penasihat hukum, sebab kata pembela dan kata advokat sudah berbeda dari segi sosiologi, fisikologi dan kedudukan advokat, advokat sekarang sebagai penegak hukum dalam undang-undang, untuk menjadi advokat harus sarjana hukum, magang dua tahun, pernah mendapat pendidikan khusus advokat di kampus-kampus yang memiliki fakultas hukum. lulus ujian advokat, serta harus memiliki talenta, keberanian dalam arti positif, integritas kepada penegak hukum lainnya, apalagi sesama advokat dan jankauan kerja seluruh peradilan di indonesia, pembela tidak harus sarjana hukum yang penting mengerti hukum, karena kedudukan pembela dalam persidangan bukan sebagai penegak hukum hanya pelengkap dalam persidangan. jadi melalui tulisan ini advokat tidak lagi dikatakan sama dengan pembela, harapan penulis, tidak ada lagi oknum melakukan pekerjaan sebagai advokat dan tidak lagi dipandang pelengkap dalam persidangan, karena KUHAP dan Undang-undang advokat tidak menamakan pembela, tetapi pemberi bantuan hukum, Tapi kita juga tidak perlu pungkiri dan munafik mau kata advokat atau kata pembela, bila oknum advokat melakukan perbuatan tercela dan merendahkan martabak dan harga diri seorang advokat, profesi advokat adalah profesi yang mulia dan terhormat, bila kita mampu memuliakan dan menghormati profesi kita, sebagai advokat berstatus sebagai penegak hukum, penilaian itu, jadikan saja acuan dan berpacu membentuk pribadi untuk megoreksi diri dan bercermin pada diri sendiri, agar berbuat lebih berhati-hati dan menempatkan profesi advokat pada kedudukannya sebagai penegak hukum dan profesi yang mulia dan terhormat ( officum nobile ), dalam menjalankan profesinya berada dibawah perlindungan, hukum dan kode etik, memiliki kebebasan yang didasarkan pada kehormatan dan kepribadian advokat yang berpegang teguh kepada kemandirian, kejujuran, kerahasiaan dan keterbukaan serta imunitas hukum, Penampilan dipersidangan dengan toga hitam dan dasi putih sama dengan jaksa dan hakim, menandahkan kita sama kedudukan dalam persidangan, sama-sama penegak hukum, jadi penilaian masyarakat biarlah masyarakat sendiri yang menilai, bagi kita advokat senantiasa bekerja secara profesional dan sesuai bidang hukum yang menjadi keahlian dalam menangani perkara. kita menjadikan sumpah atau janji advokat dan kode etik profesi sebagai rel dalam menjalankan profesi.

Kedudukan advokat sebagai penegak hukum harus mandiri atau otonom tidak tergantung kepada yang lain dalam persidangan, advokat harus menjaga diri dan menahan nafsu agar tidak jatuh atau terpelesek, maka itu preseden buruk bagi penegakkan hukum kedepan, maka jadilah advokat sebagai pilar atau benteng terakhir penjaga dan pengawal keadilan, apa jadinya indonesia sebagai Negara, bila advokat menjadikan hukum dan keadilan sesuatu yang bisa ditawar-tawar atau warna bisa dirubah-rubah, advokat memberikan jasa hukum untuk keadilan dan tegaknya hukum di Indonesia sebagai Negara hukum.

Harapan Penulis sebagai penutup tulisan ini, advokat memang mempunyai kedudukan yang sama dengan penegak hukum lainnya, tetapi kita secara personalitas masih kurang memiliki suatu

pengetahuan hukum ( kurang berkualitas ) dibanding penegak hukum lainnya. Contoh kecil saja undang-undang korupsi, KDRT, Perlindungan Anak. sementara tantangan kedepan tidak sedikit dan semakin sulit, sejalan perkembangan pradaban manusia dan perkembangan teknologi, maka dibutuhkan pula banyak aturan hukum harus dibuat, melalui tulisan ini, ikatan-ikatan, himpunan, assosiasi advokat bersama peradi sebagai wadah tunggal advokat di Indonesia dapat menyusun suatu program pendidikan advokat, secara nasional atau pendidikan advokat setingkat magister, di bawah naungan peradi yang berbentuk yayasan pendidikan advokat atau lembaga pendidikan advokat di pusat, karena kita berharap kedepan, bahwa advokat-advokat yang tua dan tidak menjalankan lagi profesi sebagai advokat dapat mengabdikan dirinya sebagai guru luar biasa di fakultas huhum, atau penasihat hukum di instansi-instansi di Indonesia.(A.1)

B. PERAN ADVOKAT DALAM PENEGAKAN HUKUM
Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Oleh karena itu, selain pelaku kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman juga harus mendukung terlaksananya kekuasaan kehakiman yang merdeka. Salah satunya adalah profesi advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggungjawab, sebagaimana selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003.

Ketentuan Pasal 5 Ayat (1) UU Advokat memberikan status kepada Advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan. Kedudukan tersebut memerlukan suatu organisasi yang merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat (1) UU Advokat, yaitu ”Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat”. Oleh karena itu, Organisasi Advokat, yaitu PERADI, pada dasarnya adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independent state organ) yang juga melaksanakan fungsi Negara.

Dengan demikian, profesi advokat memiliki peran penting dalam upaya penegakan hukum. Setiap proses hukum, baik pidana, perdata, tata usaha negara, bahkan tata negara, selalu melibatkan profesi advokat yang kedudukannya setara dengan penegak hukum lainnya. Dalam upaya pemberantasan korupsi, terutama praktik mafia peradilan, advokat dapat berperan besar dengan memutus mata rantai praktik mafia peradilan yang terjadi. Peran tersebut dijalankan atau tidak bergantung kepada profesi advokat dan organisasi advokat yang telah dijamin kemerdekaan dan kebebasannya dalam UU Advokat.

Kemandirian dan kebebasan yang dimiliki oleh profesi advokat, tentu harus diikuti oleh adanya tanggung jawab masing-masing advokat dan Organisasi Profesi yang menaunginya. Ketentuan UU Advokat telah memberikan rambu-rambu agar profesi advokat dijalankan sesuai dengan tujuan untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal yang paling mudah dilihat adalah dari sumpah atau janji advokat yang dilakukan sebelum menjalankan profesinya, yaitu:

“Demi Allah saya bersumpah/saya berjanji :

  1. bahwa saya akan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia;
  2. bahwa saya untuk memperoleh profesi ini, langsung atau tidak langsung dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga;
  3. bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi jasa hukum akan bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keadilan;
  4. bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi di dalam atau di luar pengadilan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lainnya agar memenangkan atau menguntungkan bagi perkara Klien yang sedang atau akan saya tangani;
  5. bahwa saya akan menjaga tingkah laku saya dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Advokat;
  6. bahwa saya tidak akan menolak untuk melakukan pembelaan atau memberi jasa hukum di dalam suatu perkara yang menurut hemat saya merupakan bagian daripada tanggung jawab profesi saya sebagai seorang Advokat.

Sumpah tersebut pada hakikatnya adalah janji seorang yang akan menjalani profesi sebagai advokat, kepada Tuhan, diri sendiri, dan masyarakat. Seandainya setiap advokat tidak hanya mengucapkannya sebagai formalitas, tetapi meresapi, meneguhi, dan menjalankannya, tentu kondisi penegakan hukum akan senantiasa meningkat lebih baik. Kekuasaan kehakiman akan benar-benar dapat menegakkan hukum dan keadilan.

Selain itu, untuk mewujudkan profesi advokat yang berfungsi sebagai penegak hukum dan keadilan juga ditentukan oleh peran Organisasi Advokat. UU Advokat telah memberikan aturan tentang pengawasan, tindakan-tindakan terhadap pelanggaran, dan pemberhentian advokat yang pelaksanaannya dijalankan oleh Organisasi Advokat. Ketentuan Pasal 6 UU Advokat misalnya menentukan bahwa advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan:

  1. mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya;
  2. berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya;
  3. bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan, atau pengadilan;
  4. berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan martabat profesinya;
  5. melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundangundangan dan atau perbuatan tercela;
  6. melanggar sumpah/janji Advokat dan/atau kode etik profesi Advokat.

C. HAK DAN KEWAJIBAN ADVOKAT
Hak Dan Kewajiban Advokat menurut Pasal 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20
Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat adalah :

Pasal 14
Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.

Pasal 15
Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16
Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan.

Pasal 17
Dalam menjalankan profesinya, Advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi Pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan Kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 18
(1) Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan perlakuan terhadap Klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya.

(2) Advokat tidak dapat diidentikkan dengan Kliennya dalam membela perkara Klien oleh pihak yang berwenang dan/atau masyarakat.

Pasal 19
(1)Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari Kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang.


(2)Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan Klien, termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik Advokat.

Pasal 20
(1) Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan kepentingan tugas dan martabat profesinya.

(2) Advokat dilarang memegang jabatan lain yang meminta pengabdian sedemikian rupa sehingga merugikan profesi Advokat atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan tugas profesinya.

(3)Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan tugas profesi Advokat selama memangku jabatan tersebut

Daftar Pustaka
UU No. 18 Tahun 2003 Huruf B Konsideran Menimbang UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Putusan MK Nomor 014/PUU-IV/2006 mengenai Pengujian Undang-Undang Advokat.