Perbedaan Ragam Lisan dan Ragam Tulis.
Bahasa ragam lisan agak berbeda dengan ragam tulis. Ragam lisan atau ragam ajaran dimiliki oleh masyarakat bahasa, sedangkan ragam tulis yang lahir kemudian tidak harus dimiliki oleh masyarakat bahasa. Bahasa Melayu sebagai akar bahasa Indonesia semula cenderung digunakan secara lisan. Namun, dalam perkembangannya beberapa macam huruf digunakan untuk menuliskan bahasa Melayu. Pada zaman Sriwijaya digunakan huruf dewa Nagari untuk menuliskan bahasa Melayu Kuno, sedangkan pada masa kejayaan Malaka digunakan huruf Arab-Melayu (huruf pegon atau huruf Jawi). Pada perkembangan berikutnya, bahasa Melayu menggunakan huruf Latin, terutama semenjak diberlakukannya ejaan van Ophuysen tahun 1901. Setelah bahasa Melayu diresmikan menjadi bahasa nasional dengan nama bahasa Indonesia digunakan ejaan yang tulisannya mengacu pada huruf Latin.
Perbedaan antara ragam lisan dan ragam tulis ada dua macam. Pertama, berhubungan dengan peristiwanya. Jika digunakan ragam tulis partisipan tidak saling berhadapan. Akibatnya, bahasa yang digunakan harus lebih terang dan lebih jelas sebab berbagai sarana pendukung yang digunakan dalam bahasa lisan seperti isyarat, pandangan dan anggukan, tidak dapat digunakan. Itulah sebabnya mengapa ragam tulis harus lebih cermat. Pada ragam tulis fungsi subjek, predikat, dan objek serta hubungan antar fungsi itu harus nyata. Pada ragam lisan partisipan pada umumnya bersemuka sehingga kelengkapan fungsi-fungsi itu kadang terabaikan. Meskipun demikian, mereka dapat saling memahami maksud yang dikemukakan karena dibantu dengan unsur paralinguistik.
Orang yang halus rasa bahasanya sadar bahwa kalimat ragam tulis berkaitan dengan kalimat ragam ajaran. Oleh karena itu, sepatutnya mereka berhati-hati dan berusaha agar kalimat yang dituliskan ringkas dan lengkap. Bentuk akhir ragam tulis tidak jarang merupakan hasil dari beberapa kali penyuntingan. Hal ini akan berbeda dengan kalimat ragam lisan yang kadang kala kurang terstruktur, karena sifatnya yang spontanitas.
Hal kedua yang membedakan ragam lisan dan tulis berkaitan dengan beberapa upaya yang digunakan dalam ajaran, misalnya tinggi rendah, panjang pendek, dan intonasi kalimat. Semua itu tidak terlambang dalam tata tulis maupun ejaan. Dengan demikian, penulis acap kali perlu merumuskan kembali kalimatnya jika ingin menyampaikan jangkauan makna yang sama lengkapnya atau ungkapan perasaan yang sama telitinya dengan ragam lisan. Dalam ragam lisan, penutur dapat memberikan tekanan atau memberikan jeda pada bagian tertentu agar maksud ajarannya lebih mudah dipahami.