Makalah Ekosistem
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk hidup selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Adanya interaksi antara manusia dan lingkungannya, mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan ekologi seperti kerusakan tanah, pencemaran lingkungan, dan sebagainya. Keadaan ini makin diperbesar dengan adanya penggalian dan pemanfataan sumber-sumber alam untuk menunjang kehidupan manusia akibat pertumbuhan penduduk yang cepat.
Manusia mendapatkan unsur-unsur yang diperlukan dalam hidupnya dari lingkungan. Makin tinggi kebudayaan manusia, makin beraneka ragam kebutuhan hidupnya. Makin besar jumlah kebutuhan hidupnya yang diambil dari lingkungan, maka berarti makin besar perhatian manusia terhadap lingkungan.
Perhatian dan pengaruh manusia hidup terhadap lingkungan makin meningkat pada zaman teknologi maju. Masa ini manusia mengubah lingkungan hidup alami menjadi lingkungan hidup binaan. Eksplotasi sumber daya alam makin meningkat untuk memenuhi bahan dasar industri. Sebaliknya hasil sampingan dari industri berupa asap dan limbah mulai menurunkan kualitas lingkungan hidup. Berdasarkan sifatnya, kebutuhan hidup manusia dapat dilihat dan dibagi menjadi 2, yaitu kebutuhan hidup materil, dan kebutuhan hidup nonmateril. Kebutuhan hidup materil , antara lain adalah air, udara, sandang, pangan, papan, transportasi, serta perlengkapan fisik lainnya. Dan kebutuhan nonmateril adalah rasa aman, kasih sayang, pengakuan atas eksistensinya, dan sistem nilai dalam masyarakat.
Manusia merupakan komponen biotik lingkungan yang memiliki daya pikir dan daya nalar tertinggi dibandingkan makhluk lainnya. Disini jelas terlihat bahwa manusia merupakan komponen biotik lingkungan yang aktif. Hal ini disebabkan manusia dapat secara aktif mengelola dan mengubah ekosistem sesuai dengan apa yang dikehendaki. Namun demikian, kegiatan manusia ini dapat menimbulkan bermacam-macam gejala.
Secara sekilas penulis gambarkan bahwa masalah lingkungan bukanlah masalah yang mudah, namun merupakan masalah yang sangat global. Oleh karena itu, dilaksanakan suatu kegiatan penelitian untuk mata kuliah Kajian Lingkungan Hidup (KLH).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ekosistem
Ekosistem merupakan satuan fungsional dasar dalam ekologi, mengingat didalamnya tercakup organisme dan lingkungan abiotik yang satu terhadap lainnya saling mempengaruhi (Soedjiran Resosoedarmo, 1984).
Pengertian ekosistem yang lain adalah hubungan timbal balik antara unsur-unsur hayati dengan nonhayati yang membentuk sistem ekolog. Ekosistem merupakan suatu interaksi yang kompleks dan memiliki penyusun yang beragam. Di bumi ada bermacam-macam ekosistem.
Menurut Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, bahwa ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.
Lingkungan hidup yaitu kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk didalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi. Kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia beserta makhluk hidup lainnya (M. Djirimu, dkk. 2007).
Menurut Soemarwoto (1997), manusia bersama tumbuhan, hewan dan jasad renik menempati suatu ruang tertentu. Kecuali makhluk hidup, dalam ruang itu terdapat juga benda tak hidup, seperti misalnya udara yang terdiri atas bermacam-macam gas, air dalam bentuk uap, cair dan padat, tanah dan batu. Ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan benda hidup dan tak hidup didalamnya disebut lingkungan hidup makhluk hidup.
Tanah dan air merupakan sumber alam yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Apabila kedua sumber tersebut terganggu atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya, akan timbul suatu goncangan. Sebenarnya terjadinya erosi sebagai akibat oleh ulah manusia. Aktifitas manusia yang demikian ini, mencerminkan ketidakserasian ini antara manusia dengan lingkungan alamnya. Secara alami proses erosi memang terjadi hampir di semua daerah aliran sungai. Pada bagian-bagian wilayah tertentu dalam aliran sungai terdapat erosi yang masih dapat ditoleransi. Erosi yang masih dapat ditoleransi terjadi pada daerah yang pembentukan tanah dan hilangnya tanah karena erosi terjadi secara seimbang dan kemungkinan besarnya tingkat pembentukan tanah bagian atas jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat hilangnya solum tanah bagian atas (Chafid fandeli,1992).
B. Susunan Ekosistem
Suatu ekosistem berdasarkan susunan dan fungsinya tersusun dari beberapa komponen sebagai berikut.
1. Komponen autotrof
Autotrof berasal dari kata Auto yang berarti sendiri, dan trophikos yang berarti “menyediakan makan” pengertian dari Autotrof adalah organisme yang mampu menyediakan/mensintesis makanan sendiri yang berupa bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan energi seperti matahari dan kimia. Komponen autotrof berfungsi sebagai produsen, contohnya tumbuh-tumbuhan hijau.
2. Komponen heterotrof
Heterotrof berasal dari kata “Heteros” yang berarti berbeda, dan trophikos yang berarti makanan). Pengertian dari Heterotrof merupakan organisme yang memanfaatkan bahan-bahan organik sebagai makanannya dan bahan tersebut disediakan oleh organisme lain. Yang tergolong heterotrof adalah manusia, hewan, jamur, dan mikroba.
3. Bahan tak hidup (abiotik)
Bahan tak hidup yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri dari tanah, air, udara, sinar matahari. Bahan tak hidup merupakan medium atau substrat tempat berlangsungnya kehidupan, atau lingkungan tempat hidup.
4. Pengurai (dekomposer)
Pengertian dari Pengurai adalah organisme heterotrof yang menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme mati (bahan organik kompleks). Organisme pengurai menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang sederhana yang dapat digunakan kembali oleh produsen. Termasuk pengurai ini adalah bakteri dan jamur.
Dalam penjelasan yang lain, suatu ekosistem terjadi interaksi atau hubungan antara makhluk hidup dengan makhluk hidup sejenisnya, dengan makhluk hidup lain jenis, maupun interaksi dengan lingkungannya berupa makhluk tak hidup, seperti: air, udara, tanah, cahaya matahari, suhu, angin, dan kelembapan. Komponen ekosistem dibagi menjadi dua macam, yaitu komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah komponen yang berupa makhluk tak hidup. Sedangkan, komponen biotik adalah komponen yang berupa makhluk hidup.
1. Komponen Abiotik
Komponen abiotik merupakan komponen ekosistem berupa benda tak hidup yang terdapat di sekitar makhluk hidup. Komponen abiotik yang berpengaruh pada ekosistem, antara lain:
a. Cahaya Matahari
Cahaya matahari merupakan faktor abiotik yang terpenting untuk menunjang kehidupan di bumi. Cahaya matahari merupakan sumber energi bagi tumbuhan yang diperlukan dalam proses fotosintesis. Cahaya matahari juga memberikan rasa hangat untuk semua makhluk.
b. Udara
Udara merupakan komponen abiotik yang sangat diperlukan makhluk hidup. Hewan dan manusia menggunakan oksigen yang terdapat di udara untuk bernapas dan mengeluarkan karbon dioksida ke udara. Sedangkan, tumbuhan mengambil karbon dioksida dari udara untuk proses fotosintesis dan menghasilkan oksigen sebagai produk sampingan. Oksigen ini dilepaskan ke udara untuk digunakan oleh semua makhluk hidup. Dengan demikian, terjadilah perputaran zat yang berlangsung terus menerus. Peristiwa ini menunjukkan adanya saling keter-gantungan dan saling membutuhkan antara makhluk hidup dan lingkungannya.
c. Suhu
Suhu sangat mem pengaruhi lingkungan dan kehidupan makhluk hidup di lingkungan tersebut. Ada makhluk hidup yang mampu hidup di lingkungan dengan suhu rendah, ada pula makhluk hidup yang mampu hidup di lingkungan dengan suhu tinggi.
d. Air
Air merupakan faktor abiotik yang sangat penting untuk menunjang suatu kehidupan. Semua sel dan jaringan terdiri atas air. Air merupakan media pelarut zat-zat yang dibutuhkan dan media pengangkut dalam tubuh hewan dan tumbuhan. Air juga merupakan suatu bentuk habitat bagi makhluk hidup, seperti: danau, sungai, dan laut. Air sangat mempengaruhi proses kehidupan.
e. Tanah
Tanah berfungsi sebagai tempat hidup berbagai makhluk hidup dalam suatu ekosistem. Di dalam tanah terdapat zat hara yang merupakan mineral penting untuk mempertahankan
2. Komponen Biotik
Komponen biotik adalah komponen ekosistem berupa proses di dalam tubuh, terutama bagi tumbuhan. Jenis tanah yang berbeda menyebabkan organisme yang hidup di dalamnya berbeda.
Berbagai makhluk hidup yang ada di dalam suatu ekosistem. Tiap komponen memiliki peranan masing-masing yang erat kaitannya dalam pemenuhan kebutuhan akan makanan. Hal ini menyebabkan terjadinya keseimbangan di dalam ekosistem Berdasarkan peranannya di dalam ekosistem, komponen biotik dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu:
a. Produsen
Di dalam ekosistem semua tumbuhan hijau adalah produsen. Tumbuhan dapat membuat makanannya sendiri dengan melakukan fotosintesis. Di dalam ekosistem air yang berperan sebagai produsen adalah fitoplankton, yang merupakan tumbuhan hijau yang amat kecil yang melayang-layang di dalam air. Fitoplankton selalu menghasilkan berton-ton makanan yang menjadi sumber makanan bagi hewan-hewan air yang lain.
b. Konsumen
Manusia dan hewan tidak dapat membuat makanan sendiri. Oleh karena itu, manusia dan hewan memperoleh makanan dari tumbuhan sehingga disebut konsumen. Konsumen sangat tergantung pada produsen, begitu juga sebaliknya, konsumen mempengaruhi kelangsungan hidup produsen. Karbon dioksida dari sisa pernapasan hewan dan manusia dibutuhkan tumbuhan untuk proses fotosintesis (membuat makanan). Berdasarkan jenis makanannya, konsumen dibagi menjadi tiga macam, yaitu herbivora, karnivora, dan omnivora.
1) Herbivora
Herbivora adalah hewan pemakan tumbuhan. Hidupnya sangat bergantung pada tumbuhan secara langsung. Makhluk hidup yang memakan langsung tumbuhan disebut juga sebagai konsumen tingkat pertama. Contoh hewan-hewan pemakan tumbuhan adalah kerbau, domba, kambing, kelinci, sapi, dan lain sebagainya.
2) Carnivora
Carnivora adalah makhluk hidup yang memakan daging makhluk hidup yang lain. Biasanya, carnivora memakan makhluk hidup herbivora. Dengan kata lain, carnivora adalah konsumen tingkat kedua. Contoh hewan yang termasuk carnivora adalah singa, harimau, dan buaya.
3) Omnivora
Makhluk hidup yang memakan tumbuhan dan daging makhluk hidup lain disebut omnivora. Hewan omnivora merupakan pemakan segalanya (tumbuhan dan hewan). Contohnya adalah babi dan itik.
c. Pengurai
Pengurai atau dekomposer adalah organisme atau makhluk hidup yang berfungsi menguraikan sampah atau sisa-sisa makhuk hidup yang mati. Pengurai berfungsi sebagai penghubung peredaran zat dari konsumen ke produsen. Zat yang telah diambil oleh konsumen dari produsen akan kembali lagi ke produsen melalui proses penguraian oleh pengurai. Dengan peristiwa pembusukan ini, zat-zat yang dulu menjadi bagian dari tumbuhan dan hewan diuraikan dan dirombak. Hasilnya digunakan oleh tumbuhan untuk membuat makanan. Pengurai terdiri atas makhluk hidup berukuran kecil yang hidup di tanah, air, maupun di udara. Contohnya bakteri dan jamur-jamur saprofit.
C. Macam-macam Ekosistem
Secara garis besar ekosistem dibedakan menjadi ekosistem darat dan ekosistem perairan. Ekosistem perairan dibedakan atas ekosistem air tawar dan ekosistem air laut.
1. Ekosistem darat
Ekosistem darat ialah ekosistem yang lingkungan fisiknya berupa daratan. Berdasarkan letak geografisnya (garis lintangnya), ekosistem darat dibedakan menjadi beberapa bioma, yaitu sebagai berikut.
a. Bioma gurun
Beberapa Bioma gurun terdapat di daerah tropika (sepanjang garis balik) yang berbatasan dengan padang rumput. Ciri-ciri bioma gurun adalah gersang dan curah hujan rendah (25 cm/tahun). Suhu slang hari tinggi (bisa mendapai 45°C) sehingga penguapan juga tinggi, sedangkan malam hari suhu sangat rendah (bisa mencapai 0°C). Perbedaan suhu antara siang dan malam sangat besar. Tumbuhan semusim yang terdapat di gurun berukuran kecil. Selain itu, di gurun dijumpai pula tumbuhan menahun berdaun seperti duri contohnya kaktus, atau tak berdaun dan memiliki akar panjang serta mempunyai jaringan untuk menyimpan air. Hewan yang hidup di gurun antara lain rodentia, ular, kadal, katak, dan kalajengking.
b. Bioma padang rumput
Bioma ini terdapat di daerah yang terbentang dari daerah tropik ke subtropik. Ciri-cirinya adalah curah hujan kurang lebih 25-30 cm per tahun dan hujan turun tidak teratur. Porositas (peresapan air) tinggi dan drainase (aliran air) cepat. Tumbuhan yang ada terdiri atas tumbuhan terna (herbs) dan rumput yang keduanya tergantung pada kelembapan. Hewannya antara lain: bison, zebra, singa, anjing liar, serigala, gajah, jerapah, kangguru, serangga, tikus dan ular.
c. Bioma hutan basah
Bioma Hutan Basah terdapat di daerah tropika dan subtropik. Ciri-cirinya adalah, curah hujan 200-225 cm per tahun. Species pepohonan relatif banyak, jenisnya berbeda antara satu dengan yang lainnya tergantung letak geografisnya. Tinggi pohon utama antara 20-40 m, cabang-cabang pohon tinngi dan berdaun lebat hingga membentuk tudung (kanopi). Dalam hutan basah terjadi perubahan iklim mikro (iklim yang langsung terdapat di sekitar organisme). Daerah tudung cukup mendapat sinar matahari. Variasi suhu dan kelembapan tinggi/besar; suhu sepanjang hari sekitar 25°C. Dalam hutan basah tropika sering terdapat tumbuhan khas, yaitu liana (rotan), kaktus, dan anggrek sebagai epifit. Hewannya antara lain, kera, burung, badak, babi hutan, harimau, dan burung hantu.
d. Bioma hutan gugur
Bioma hutan gugur terdapat di daerah beriklim sedang, Ciri-cirinya adalah curah hujan merata sepanjang tahun. Terdapat di daerah yang mengalami empat musim (dingin, semi, panas, dan gugur). Jenis pohon sedikit (10 s/d 20) dan tidak terlalu rapat. Hewannya antara lain rusa, beruang, rubah, bajing, burung pelatuk, dan rakoon (sebangsa luwak).
e. Bioma taiga
Bioma taiga terdapat di belahan bumi sebelah utara dan di pegunungan daerah tropik. Ciri-cirinya adalah suhu di musim dingin rendah. Biasanya taiga merupakan hutan yang tersusun atas satu spesies seperti konifer, pinus, dap sejenisnya. Semak dan tumbuhan basah sedikit sekali. Hewannya antara lain moose, beruang hitam, ajag, dan burung-burung yang bermigrasi ke selatan pada musim gugur.
f. Bioma tundra
Bioma tundra terdapat di belahan bumi sebelah utara di dalam lingkaran kutub utara dan terdapat di puncak-puncak gunung tinggi. Pertumbuhan tanaman di daerah ini hanya 60 hari. Contoh tumbuhan yang dominan adalah Sphagnum, liken, tumbuhan biji semusim, tumbuhan kayu yang pendek, dan rumput. Pada umumnya, tumbuhannya mampu beradaptasi dengan keadaan yang dingin. Hewan yang hidup di daerah ini ada yang menetap dan ada yang datang pada musim panas, semuanya berdarah panas. Hewan yang menetap memiliki rambut atau bulu yang tebal, contohnya muscox, rusa kutub, beruang kutub, dan insekta terutama nyamuk dan lalat hitam.
2. Ekosistem Air Tawar
Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi suhu tidak menyolok, penetrasi cahaya kurang, dan terpengaruh oleh iklim dan cuaca. Macam tumbuhan yang terbanyak adalah jenis ganggang, sedangkan lainnya tumbuhan biji. Hampir semua filum hewan terdapat dalam air tawar. Organisme yang hidup di air tawar pada umumnya telah beradaptasi. Adaptasi organisme air tawar adalah sebagai berikut.
a. Adaptasi tumbuhan
Tumbuhan yang hidup di air tawar biasanya bersel satu dan dinding selnya kuat seperti beberapa alga biru dan alga hijau. Air masuk ke dalam sel hingga maksimum dan akan berhenti sendiri. Tumbuhan tingkat tinggi, seperti teratai (Nymphaea gigantea), mempunyai akar jangkar (akar sulur). Hewan dan tumbuhan rendah yang hidup di habitat air, tekanan osmosisnya sama dengan tekanan osmosis lingkungan atau isotonis.
b. Adaptasi hewan
Ekosistem air tawar dihuni oleh nekton. Nekton merupakan hewan yang bergerak aktif dengan menggunakan otot yang kuat. Hewan tingkat tinggi yang hidup di ekosistem air tawar, misalnya ikan, dalam mengatasi perbedaan tekanan osmosis melakukan osmoregulasi untuk memelihara keseimbangan air dalam tubuhnya melalui sistem ekskresi, insang, dan pencernaan.
Habitat air tawar merupakan perantara habitat laut dan habitat darat. Penggolongan organisme dalam air dapat berdasarkan aliran energi dan kebiasaan hidup.
a. Berdasarkan aliran energi, organisme dibagi menjadi autotrof (tumbuhan), dan fagotrof (makrokonsumen), yaitu karnivora predator, parasit, dan saprotrof atau organisme yang hidup pada substrat sisa-sisa organisme.
b. Berdasarkan kebiasaan hidup, organisme dibedakan sebagai berikut.
- Plankton; terdiri atas fitoplankton dan zooplankton; biasanya melayang-layang (bergerak pasif) mengikuti gerak aliran air.
- Nekton; hewan yang aktif berenang dalam air, misalnya ikan.
- Neuston; organisme yang mengapung atau berenang di permukaan air atau bertempat pada permukaan air, misalnya serangga air.
- Perifiton; merupakan tumbuhan atau hewan yang melekat/bergantung pada tumbuhan atau benda lain, misalnya keong.
- Bentos; hewan dan tumbuhan yang hidup di dasar atau hidup pada endapan. Bentos dapat sessil (melekat) atau bergerak bebas, misalnya cacing dan remis.
Ekosistem air tawar digolongkan menjadi air tenang dan air mengalir. Termasuk ekosistem air tenang adalah danau dan rawa, termasuk ekosistem air mengalir adalah sungai.
a. Danau
Danau merupakan suatu badan air yang menggenang dan luasnya mulai dari beberapa meter persegi hingga ratusan meter persegi. Di danau terdapat pembagian daerah berdasarkan penetrasi cahaya matahari. Daerah yang dapat ditembus cahaya matahari sehingga terjadi fotosintesis disebut daerah fotik. Daerah yang tidak tertembus cahaya matahari disebut daerah afotik. Di danau juga terdapat daerah perubahan temperatur yang drastis atau termoklin. Termoklin memisahkan daerah yang hangat di atas dengan daerah dingin di dasar.
Komunitas tumbuhan dan hewan tersebar di danau sesuai dengan kedalaman dan jaraknya dari tepi. Berdasarkan hal tersebut danau dibagi menjadi 4 daerah sebagai berikut.
1) Daerah litoral
Daerah ini merupakan daerah dangkal. Cahaya matahari menembus dengan optimal. Air yang hangat berdekatan dengan tepi. Tumbuhannya merupakan tumbuhan air yang berakar dan daunnya ada yang mencuat ke atas permukaan air. Komunitas organisme sangat beragam termasuk jenis-jenis ganggang yang melekat (khususnya diatom), berbagai siput dan remis, serangga, krustacea, ikan, amfibi, reptilia air dan semi air seperti kura-kura dan ular, itik dan angsa, dan beberapa mamalia yang sering mencari makan di danau.
2) Daerah limnetik
Daerah ini merupakan daerah air bebas yang jauh dari tepi dan masih dapat ditembus sinar matahari. Daerah ini dihuni oleh berbagai fitoplankton, termasuk ganggang dan sianobakteri. Ganggang berfotosintesis dan bereproduksi dengan kecepatan tinggi selama musim panas dan musim semi.
Zooplankton yang sebagian besar termasuk Rotifera dan udang- udangan kecil memangsa fitoplankton. Zooplankton dimakan oleh ikan-ikan kecil. Ikan kecil dimangsa oleh ikan yang lebih besar, kemudian ikan besar dimangsa ular, kura-kura, dan burung pemakan ikan.
3) Daerah profundal
Daerah ini merupakan daerah yang dalam, yaitu daerah afotik danau. Mikroba dan organisme lain menggunakan oksigen untuk respirasi seluler setelah mendekomposisi detritus yang jatuh dari daerah limnetik. Daerah ini dihuni oleh cacing dan mikroba.
4) Daerah bentik
Daerah ini merupakan daerah dasar danau tempat terdapatnya bentos dan sisa-sisa organisme mati.
Danau juga dapat dikelompokkan berdasarkan produksi materi organik-nya, yaitu sebagai berikut :
1) Danau Oligotropik
Oligotropik merupakan sebutan untuk danau yang dalam dan kekurangan makanan, karena fitoplankton di daerah limnetik tidak produktif. Ciricirinya, airnya jernih sekali, dihuni oleh sedikit organisme, dan di dasar air banyak terdapat oksigen sepanjang tahun.
2) Danau Eutropik
Eutropik merupakan sebutan untuk danau yang dangkal dan kaya akan kandungan makanan, karena fitoplankton sangat produktif. Ciri-cirinya adalah airnya keruh, terdapat bermacam-macam organisme, dan oksigen terdapat di daerah profundal.
Danau oligotrofik dapat berkembang menjadi danau eutrofik akibat adanya materi-materi organik yang masuk dan endapan. Perubahan ini juga dapat dipercepat oleh aktivitas manusia, misalnya dari sisa-sisa pupuk buatan pertanian dan timbunan sampah kota yang memperkaya danau dengan buangan sejumlah nitrogen dan fosfor. Akibatnya terjadi peledakan populasi ganggang atau blooming, sehingga terjadi produksi detritus yang berlebihan yang akhirnya menghabiskan suplai oksigen di danau tersebut. Pengkayaan danau seperti ini disebut “eutrofikasi”. Eutrofikasi membuat air tidak dapat digunakan lagi dan mengurangi nilai keindahan danau.
b. Sungai
Sungai adalah suatu badan air yang mengalir ke satu arah. Air sungai dingin dan jernih serta mengandung sedikit sedimen dan makanan. Aliran air dan gelombang secara konstan memberikan oksigen pada air. Suhu air bervariasi sesuai dengan ketinggian dan garis lintang.
Komunitas yang berada di sungai berbeda dengan danau. Air sungai yang mengalir deras tidak mendukung keberadaan komunitas plankton untuk berdiam diri, karena akan terbawa arus. Sebagai gantinya terjadi fotosintesis dari ganggang yang melekat dan tanaman berakar, sehingga dapat mendukung rantai makanan.
Komposisi komunitas hewan juga berbeda antara sungai, anak sungai, dan hilir. Di anak sungai sering dijumpai Man air tawar. Di hilir sering dijumpai ikan kucing dan gurame. Beberapa sungai besar dihuni oleh berbagai kura-kura dan ular. Khusus sungai di daerah tropis, dihuni oleh buaya dan lumba-lumba.
Organisme sungai dapat bertahan tidak terbawa arus karena mengalami adaptasi evolusioner. Misalnya bertubuh tipis dorsoventral dan dapat melekat pada batu.
Beberapa jenis serangga yang hidup di sisi-sisi hilir menghuni habitat kecil yang bebas dari pusaran air.
3. Ekosistem air laut
Ekosistem air laut dibedakan atas lautan, pantai, estuari, dan terumbu karang.
a. Laut
Habitat laut (oseanik) ditandai oleh salinitas (kadar garam) yang tinggi dengan ion CI- mencapai 55% terutama di daerah laut tropik, karena suhunya tinggi dan penguapan besar. Di daerah tropik, suhu laut sekitar 25°C. Perbedaan suhu bagian atas dan bawah tinggi. Batas antara lapisan air yang panas di bagian atas dengan air yang dingin di bagian bawah disebut daerah termoklin. Di daerah dingin, suhu air laut merata sehingga air dapat bercampur, maka daerah permukaan laut tetap subur dan banyak plankton serta ikan. Gerakan air dari pantai ke tengah menyebabkan air bagian atas turun ke bawah dan sebaliknya, sehingga memungkinkan terbentuknya rantai makanan yang berlangsung balk. Habitat laut dapat dibedakan berdasarkan kedalamannya dan wilayah permukaannya secara horizontal.
Menurut kedalamannya, ekosistem air laut dibagi sebagai berikut.
- Litoral merupakan daerah yang berbatasan dengan darat.
- Neretik merupakan daerah yang masih dapat ditembus cahaya matahari sampai bagian dasar dalamnya ± 300 meter.
- Batial merupakan daerah yang dalamnya berkisar antara 200-2500 m.
- Abisal merupakan daerah yang lebih jauh dan lebih dalam dari pantai (1.500-10.000 m).
Menurut wilayah permukaannya secara horizontal, berturut-turut dari tepi laut semakin ke tengah, laut dibedakan sebagai berikut.
- Epipelagik merupakan daerah antara permukaan dengan kedalaman air sekitar 200 m.
- Mesopelagik merupakan daerah dibawah epipelagik dengan kedalam an 200-1000 m. Hewannya misalnya ikan hiu.
- Batiopelagik merupakan daerah lereng benua dengan kedalaman 200-2.500 m. Hewan yang hidup di daerah ini misalnya gurita.
- Abisalpelagik merupakan daerah dengan kedalaman mencapai 4.000m; tidak terdapat tumbuhan tetapi hewan masih ada. Sinar matahari tidak mampu menembus daerah ini.
- Hadal pelagik merupakan bagian laut terdalam (dasar). Kedalaman lebih dari 6.000 m. Di bagian ini biasanya terdapat lele laut dan ikan Taut yang dapat mengeluarkan cahaya. Sebagai produsen di tempat ini adalah bakteri yang bersimbiosis dengan karang tertentu.
Di laut, hewan dan tumbuhan tingkat rendah memiliki tekanan osmosis sel yang hampir sama dengan tekanan osmosis air laut. Hewan tingkat tinggi beradaptasi dengan cara banyak minum air, pengeluaran urin sedikit, dan pengeluaran air dengan cara osmosis melalui insang. Garam yang berlebihan diekskresikan melalui insang secara aktif.
b. Ekosistem pantai
Ekosistem pantai letaknya berbatasan dengan ekosistem darat, laut, dan daerah pasang surut. Ekosistem pantai dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut laut. Organisme yang hidup di pantai memiliki adaptasi struktural sehingga dapat melekat erat di substrat keras. Daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi. Daerah ini dihuni oleh beberapa jenis ganggang, moluska, dan remis yang menjadi konsumsi bagi kepiting dan burung pantai. Daerah tengah pantai terendam saat pasang tinggi dan pasang rendah. Daerah ini dihuni oleh ganggang, porifera, anemon laut, remis dan kerang, siput herbivora dan karnivora, kepiting, landak laut, bintang laut, dan ikan-ikan kecil. Daerah pantai terdalam terendam saat air pasang maupun surut. Daerah ini dihuni oleh beragam invertebrata dan ikan serta rumput laut.
Komunitas tumbuhan berturut-turut dari daerah pasang surut ke arah darat dibedakan sebagai berikut.
1) Formasi pes caprae
Dinamakan demikian karena yang paling banyak tumbuh di gundukan pasir adalah tumbuhan Ipomoea pes caprae yang tahan terhadap hempasan gelombang dan angin; tumbuhan ini menjalar dan berdaun tebal. Tumbuhan lainnya adalah Spinifex littorius (rumput angin), Vigna, Euphorbia atoto, dan Canaualia martina. Lebih ke arah darat lagi ditumbuhi Crinum asiaticum (bakung), Pandanus tectorius (pandan), dan Scaeuola Fruescens (babakoan).
2) Formasi baringtonia
Daerah ini didominasi tumbuhan baringtonia, termasuk di dalamnya Wedelia, Thespesia, Terminalia, Guettarda, dan Erythrina. Bila tanah di daerah pasang surut berlumpur, maka kawasan ini berupa hutan bakau yang memiliki akar napas. Akar napas merupakan adaptasi tumbuhan di daerah berlumpur yang kurang oksigen. Selain berfungsi untuk mengambil oksigen, akar ini juga dapat digunakan sebagai penahan dari pasang surut gelombang. Yang termasuk tumbuhan di hutan bakau antara lain Nypa, Acathus, Rhizophora, dan Cerbera. Jika tanah pasang surut tidak terlalu basah, pohon yang sering tumbuh adalah: Heriticra, Lumnitzera, Acgicras, dan Cylocarpus.
c. Estuari
Estuari (muara) merupakan tempat bersatunya sungai dengan laut. Estuari sering dipagari oleh lempengan lumpur intertidal yang luas atau rawa garam.
Salinitas air berubah secara bertahap mulai dari daerah air tawar ke laut. Salinitas ini juga dipengaruhi oleh siklus harian dengan pasang surut aimya. Nutrien dari sungai memperkaya estuari. Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton. Komunitas hewannya antara lain berbagai cacing, kerang, kepiting, dan ikan. Bahkan ada beberapa invertebrata laut dan ikan laut yang menjadikan estuari sebagai tempat kawin atau bermigrasi untuk menuju habitat air tawar. Estuari juga merupakan tempat mencari makan bagi vertebrata semi air, yaitu unggas air.
d. Terumbu karang
Di laut tropis, pada daerah neritik, terdapat suatu komunitas yang khusus yang terdiri dari karang batu dan organisme-organisme lainnya. Komunitas ini disebut terumbu karang. Daerah komunitas ini masih dapat ditembus cahaya matahari sehingga fotosintesis dapat berlangsung. Terumbu karang didominasi oleh karang (koral) yang merupakan kelompok Cnidaria yang mensekresikan kalsium karbonat. Rangka dari kalsium karbonat ini bermacammacam bentuknya dan menyusun substrat tempat hidup karang lain dan ganggang. Hewan-hewan yang hidup di karang memakan organisme mikroskopis dan sisa organik lain. Berbagai invertebrata, mikro organisme, dan ikan, hidup di antara karang dan ganggang. Herbivora seperti siput, landak laut, ikan, menjadi mangsa bagi gurita, bintang laut, dan ikan karnivora.
D. Keseimbangan Ekosistem
Secara alami suatu ekosistem dalam keadaan seimbang. Keseimbangan ini akan terganggu bila ada gangguan dari luar, seperti bencana alam atau campur tangan manusia. Komponen penyusun ekosistem tidak dapat berdiri sendiri, tetapi saling tergantung. Suatu komponen biotik yang ada di dalam ekosistem ditunjang oleh komponen biotik lainnya. Dalam suatu ekosistem selalu terjadi perubahan jumlah populasi tumbuhan, herbivora, dan karnivora (komponen biotik).
Alam akan mengatur ekosistem sedemikian rupa sehingga perbandingan antara jumlah produsen dan konsumen selalu seimbang. Keseimbangan alam (ekosistem) akan terpelihara bila komposisi komponen-komponennya (komponen biotik maupun komponen abiotik) dalam keadaan seimbang.
Untuk menjaga keseimbangan pada ekosistem, maka terjadi peristiwa makan dan dimakan. Hal ini bertujuan untuk mengendalikan populasi suatu organisme. Peristiwa makan dan dimakan antarmakhluk hidup dalam suatu ekosistem membentuk rantai makanan dan jaring-jaring makanan.
1. Rantai Makanan
Proses makan dan dimakan terjadi dalam suatu ekosistem. Dalam suatu ekosistem terjadi peristiwa makan dan dimakan dalam suatu garis lurus yang disebut rantai makanan. Rantai makanan ini terjadi jika satu jenis produsen dimakan oleh satu jenis konsumen pertama, konsumen pertama dimakan oleh satu jenis konsumen kedua, dan seterusnya. Konsumen yang menjadi pemakan terakhir disebut konsumen puncak. Rantai makanan terjadi di berbagai ekosistem. Di antara rantai makanan tersebut terdapat pengurai, karena pada akhirnya semua makhluk hidup akan mati dan diuraikan oleh pengurai.
2. Jaring-Jaring Makanan
Di alam ini satu produsen tidak hanya dimakan oleh satu jenis konsumen pertama. Tetapi, bisa dimakan oleh lebih dari satu jenis konsumen pertama, satu jenis konsumen pertama dapat dimakan lebih dari satu jenis konsumen kedua dan seterusnya.
3. Piramida Makanan
Dalam ekosistem yang seimbang jumlah produsen lebih banyak daripada jumlah konsumen tingkat I, jumlah konsumen tingkat II lebih banyak daripada konsumen tingkat III, demikian seterusnya. Hal ini disebabkan oleh hilangnya energi pada setiap tingkatan makanan. Jika rantai makanan digambarkan dari produsen sampai konsumen tingkat tinggi, maka akan terbentuk suatu piramida makanan. Dalam ekosistem yang seimbang jumlah produsen lebih banyak daripada jumlah konsumen tingkat I, jumlah konsumen tingkat II lebih banyak daripada konsumen tingkat III, demikian seterusnya. Hal ini disebabkan oleh hilangnya energi pada setiap tingkatan makanan. Jika rantai makanan digambarkan dari produsen sampai konsumen tingkat tinggi, maka akan terbentuk suatu piramida makanan.
E. Pelestarian Ekosistem
Keanekaragaman makhluk hidup perlu dijaga supaya ekosistem menjadi stabil. Semakin beranekaragam makhluk hidup dalam suatu ekosistem, semakin stabil ekosistem tersebut. Flora dan fauna alami yang terdapat di hutan perlu dilestarikan karena merupakan sumber plasma nutfah (plasma benih). Sumber plasma nutfah dapat dimanfaatkan untuk mencari bibit unggul bagi kepentingan kesejahteraan manusia. Upaya perlindungan keanekaragaman hayati dapat dilakukan dengan mendirikan cagar alam, taman nasional, hutan wisata, taman laut, hutan lindug dan kebun raya. Untuk mencegah kepunahan makhluk hidup, kadang diperlukan pemeliharaan untuk mengembangbiakannya, yang disebut dengan penangkaran. Pemeliharaan dapat dilakukan secara in situ dan ex situ. Pemeliharaan in situ adalah pemeliharaan yang dilakukan di habitat aslinya. Pemeliharaan ex situ adalah pemeliharaan yang dilakukan di luar habitat aslinya, misalnya di kebun binatang.
F. Pendekatan ekosisem dalam penanggulangan kemiskinan, refleksi penanggulangan kemiskinan di Sulawesi Tengah
Untuk mengurangi penduduk miskin telah dilakukan berbagai program penanggulangan kemiskinan oleh pemerintah, swasta, dan LSM. Beragam program penanggulangan kemiskinan itu ada yang bersifat sektoral oleh pemerintah, LSM dengan program pengembangan masyarakat, sementara swasta lebih dikenal dengan program kemitraannya. Sudah pasti setiap instansi atau lembaga memiliki kriteria mengenai kemiskinan dan memiliki pola kerja/pola pengembangan masing-masing.
Sampai saat ini belum ada kriteria yang baku dalam mengidentifikasi penduduk miskin, pengertian dan kriteria kemiskinan begitu beragam sesuai badan/instansi/dinas yang menangani masalah kemiskinan. Bagi dinas sosial misalnya, mereka yang miskin adalah: mereka yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka yang layak bagi kemanusiaan; mereka yang sudah mempunyai mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kemanusiaan; mereka yang termasuk kelompok marginal yang berada di sekitar garis kemiskinan. Disamping itu ukuran kemiskinan lainnya dari BKKBN yaitu berdasarkan kelompok prasejahtera dan sejahtera I. Kedua kriteria kemiskinan itu adalah paling banyak digunakan dalam menentukan penduduk miskin.
Namun dari sekian banyak Program Penanggulangan kemiskinan yang ditawarkan belum banyak berdampak pada pengurangan penduduk miskin. Bahkan memperlihatkan kecenderungan peningkatan penduduk miskin sejak terjadinya krisis ekonomi. Hal ini disebabkan antara lain Program Penanggulangan Kemiskinan (PPK) kurang mempertimbangkan aspek ekosistem suatu wilayah. Padahal akar kemiskinan banyak disebabkan faktor ekosistem. Kemiskinan yang disebabkan ekosistem sebenarnya masalahnya lebih kompleks dan lebih sulit diatasi. Namun hal ini kurang disadari oleh beragam pelaksana PPK.
Misalnya isu kemiskinan diteluk Palu (Provinsi Sulawesi Tengah), kemiskinan lebih banyak disebabkan kerusakan ekosistem seperti: pengolahan sumberdaya perikanan secara berlebih-lebihan oleh perusahaan perikanan, pengelolaan galian C terdapat di sepanjang Teluk Palu, dan limbah rumah tangga yang semuanya bermuara di Teluk Palu. Hal ini ditanggapi oleh beberapa LSM yang kemudian melahirkan Serikat Nelayan Teluk Palu (SNTP). Gerak penanggulangan kemiskinan kemudian dilakukan melalui langkah-langkah perlawanan dari masyarakat asli melalui wadah SNTP terhadap pihak-pihak yang selama ini mengambil keuntungan di teluk. SNTP menyiapkan basis-basis masyarakat nelayan, yaitu suatu kesatuan komunitas yang terdiri dari para nelayan. Pada setiap basis dibentuk kelompok-kelompok kecil- atau kelompok dua-an dengan bantuan dana dari lembaga Pemulihan Kerberdayaan Masyarakat (PKM). Sementara Yayasan Pendidikan Rakyat bertindak sebagai pendamping lapangan.
Keberadaan SNTP berhasil membangun norma pengelolaan sumber daya perairan, dengan membuat kesepakatan bersama, yaitu:
“siapa saja bisa menangkap ikan di teluk, tetapi harus menggunakan alat tangkap yang tidak mengeksploitasi secara besar-besaran. Alat tangkap harus sederhana sehingga pendapatan antar nelayan bisa merata. Disamping itu, tidak terjadi eksploitasi sumberdaya alam secara besar-besaran”.
Secara sederhana norma pengelolaan sumberdaya perairan tersebut dapat dipandang sebagai visi masyarakat lapisan bawah dalam upaya penanggulangan kemiskinan bagi diri mereka sendiri .
Sementara itu, semaraknya usaha pertambangan galian C di Sulawesi Tengah telah mendatangkan gerakan perlawanan dari masyarakat. Perlawanan itu berkaitan dengan dampak dari pengelolaan galian C tersebut kepada masyarakat luas, yang dapat dilihat pada beberapa aspek berikut:
- Galian C pada mulanya merupakan usaha-usaha tradisional yang telah berlangsung lama sebagai bagian dari usaha kecil masyarakat dengan menggunakan teknologi sederhana. Dampaknya secara ekologi relatif kecil. Namun sejak tahun 1980-an, usaha galian C berpindah tangan dari masyarakat kecil ke pengusaha besar sebagai akibat dari dikeluarkannya seperangkat Perda tentang galian C yang terus diperbaharui sejak tahun 1980-an.
- Dengan beralihnya pengusahaan galian C dari masyarakat kecil ke pada pengusaha besar menimbulkan kerusakan ekologi yang berakibat pada gangguan pada sistem pertanian dan sistem perikanan tangkap di Teluk Palu. Akibatnya masyarakat petani kecil dan nelayan kecil dirugikan secara ekonomi,
- Praktek galian C yang dilakukan oleh para pengusaha yang dikawal dengan kebijakan daerah sekalipun merugikan secara ekonomi dan secara ekologi pada tingkat petani/nelayan tetapi tetap memberikan devisa yang signifikan kepada PAD. Karena itu ketegangan yang terjadi mengarah kepada konflik vertikal antara pemerintah daerah dan masyarakat kecil.
Konflik jenis ini merupakan salah satu persoalan penting dalam kehidupan masyarakat Sulawesi Tengah. Hal ini karena semakin terpinggirkannya penduduk asli dari kehidupan tradisionalnya, akibat dari hegemoni para pendatang. Para pendatang menguasai sebahagian besar sumberdaya agraris di akwasan tersebut.
Isu kemiskinan berkenaan dengan hal ini adalah terjadinya kesenjangan penguasaan aset ekonomi antara para pendatang dengan penduduk asli. Gejala kemiskinan muncul sebagai akibat dari interaksi fungsional yang berkepanjangan antara penduduk pendatang yang memiliki etos kerja tinggi dengan penduduk asli yang memiliki etos kerja rendah.
Selanjutnya permasalahan yang banyak diperdebatkan adalah sasaran bantuan, ada yang sependapat bila bantuan sebaiknya perorangan saja tetapi ada juga lewat kelompok. “Sebaiknya bantuan diberikan melalaui perorangan karena lebih dapat dipertanggungjawabkan. “Saya tidak begitu yakin apabila perguliran dana melalui kelompok, mana ada kelompok yang mau menggulirkan dananya ke kelompok lainnya”, kata salah seorang peserta pertemuan dari Dinas Pertanian Donggala. Sebaliknya peserta dari Bali Informasi Penyuluh Pertanian (BIPP) lebih setuju bila melalui kelompok karena kelompok lebih mudah mendapat bimbingan dari pendamping. Dengan asumsi dalam kelompok itu tidak semuanya miskin tapi ada (pengurusnya) yang memiliki SDM lebih baik seperti kelompok P4K.
Jika kita cermati mengapa program P4K lebih berhasil dibanding dengan program lainnya karena program ini sebenarnya lebih akomodatif terhadap aspek ekosistem. Program P4K dilaksanakan pada masyarakat terbiasa berkelompok (kelompok tani) sehingga pendekatan kelompok yang dilakukan dapat diterima karena masyarakatnya sudah terbiasa berkelompok. Demikian juga angsuran kredit disesuaikan dengan kondisi usaha mereka (sektor pertanian) yang tergantung dengan musiman. Misalnya program P4K di Desa Sidera, Kecamatan Biromaru, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Dibanding dengan program lainnya P4K lebih berhasil, selain keunggulan yang disebutkan di atas kelompok P4K juga mendapat pembinaan dari pendamping (PPL). Keberadaan PPL berperan penting dalam perkembangan kelompok, pada setiap pertemuan PPL membimbing masalah kredit, pertukaran informasi dagang antaranggota, dan pembukuan.
Sebaliknya banyak program yang gagal karena kurang memperhatikan aspek ekosistem setempat. Misalnya, berbagai pelatihan yang diberikan kadang-kadang tidak sesuai kebutuhan peserta. “Gatal di kaki garuk di kepala. Orang pulau diajari bercocok tanam kakao atau palawija, sebaliknya orang darat dibina bagaimana caranya mengawetkan ikan asin. Masyarakat sih mau saja terima materi pelatihan, apalagi kalau pelatihan dapat uang saku. Tapi di situ program menjadi tidak pernah pas dengan apa yang diharapkan masyarakat”, kata salah seorang pendamping lokal di Bungku Selatan, Sulawesi Tengah.
Akhirnya, dengan menggunakan pendekatan ekosistem dalam penanggulangan kemiskinan, sebenarnya kemiskinan di suatu wilayah dapat dipetakan berdasarkan klasifikasi tipe ekologi. Di Sulawesi Tengah, hasil pemetaan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat perkotaaan denga aktivitas utama industri dan jasa memiliki skor indeks kemiskinan yang lebih baik dibanding dengan tipe masyarakat dengan tipe agro-ekosistem lainnya yang justru banyak memiliki alternatif sumber ekonomi berkenaan dengan potensi sumberdaya alamnya. Padahal kebutuhan hidup masyarakat Kota Palu di datangkan dari berbagai daerah sekitarnya, terutama dari daerah-daerah kabupaten yang ada di Sulawesi Tengah.
Kenyataan seperti itu menunjukkan bahwa potensi agroekosistem belum dikembangkan secara optimal bagi upaya penanggulangan kemiskinan. Justru masyarakat di daerah perkotaan yang banyak menerima intervensi program-program pembangunan melalui program pengembangan kota seperti infrastruktur prasarana ekonomi dan sosial budaya banyak menghasilkan reduksi kemiskinan. Dengan kata lain, instrumen kebijakan pembangunan lebih efektif mereduksi kemiskinan secara tajam dibanding dengan mengandalkan masyarakat hidup dari sumber daya alam yang kaya-raya tanpa ditunjang dengan kebijakan yang memihak pada masyarakat miskin.
DAFTAR PUTAKA
Anonim A. http://sumbermakalah.blogspot.com/2008/12/ekosistem-darat.html
tanggal 13 Oktober 2011
Anonim B. http://www.scribd.com/doc/42624963/Ekosistem-darat
tanggal 13 Oktober 2011
Anonim C. http://ridwanaz.com/umum/biologi/pengertian-ekosistem-susunan-dan
macam-ekosistem/ tanggal 13 Oktober 2011
Anonim D. http://hend-learning.blogspot.com/2009/05/ekosistem.html
tanggal 13 Oktober 2011