Makalah Demokrasi | Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia | Makalah Pkn Demokrasi Indonesia | MAKALAH PELAKSANAAN DEMOKRASI

Makalah Demokrasi | Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia | Makalah Pkn Demokrasi Indonesia | MAKALAH PELAKSANAAN DEMOKRASI 




BAB I
PENDAHULUAN

MAKALAH DEMOKRASI


    A.   Latar Belakang

  Semua negara mengakui bahwa demokrasi sebagai alat ukur dari keabsahan politik. Kehendak rakyat adalah dasar utama kewenangan pemerintahan menjadi basis tegaknya sistem politik demokrasi. Demokrasi meletakkan rakyat pada posisi penting, hal ini karena masih memegang teguh rakyat selaku pemegang kedaulatan. Negara yang tidak memegang demokrasi disebut negara otoriter. Negara otoriter pun masih mengaku dirinya sebagai negara demokrasi. Ini menunjukkan bahwa demokrasi itu penting dalam kehidupan bernegara dan pemerintahan. Sejak merdeka, perjalanan kehidupan demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang surut. Dari Demokrasi Parlementer/Liberal (1950–1959), Demokrasi Terpimpin (1959–1966) dan Demokrasi Pancasila (1967–1998). Tiga model demokrasi ini telah memberi kekayaan pengalaman bangsa Indonesia dalam menerapkan kehidupan demokrasi. Setelah reformasi demokrasi yang diterapkan di Indonesia semakin diakui oleh dunia luar. Reformasi telah melahirkan empat orang presiden. Mulai dari BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati hingga Susilo Bambang Yudhoyono.


Demokrasi yang diterapkan saat ini masih belum jelas setelah pada masa Presiden Soeharto dikenal dengan Demokrasi Pancasila. Ir Soekarno dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi (1965) pernah mengungkapkan pendapatnya tentang demokrasi bagi bangsa Indonesia. “Apakah demokrasi itu? Demokrasi adalah ’pemerintahan rakyat’. Masyarakat bebas berpendapat dan berorganisasi dan rakyat juga memilih langsung atau memilih sendiri pemimpinnya. Komisi negara dibentuk oleh negara. Diperbolehkannya jalur independen atau calon perseorangan di luar jalur politik mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) turut meramaikan kehidupan demokrasi di Indonesia. Perkembangan demokrasi turut meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Masyarakat boleh mengorganisasikan diri untuk ikut serta dalam proses pengambilan keputusan. Masyarakat atau rakyat kembali merasakan kebebasan sipil dan politiknya. Rakyat menikmati kebebasan berpendapat serta rakyat menikmati kebebasan berorganisasi. Kebebasan sipil bisa dinikmati meskipun di sisi lain hak sekelompok masyarakat bisa dihilangkan oleh kelompok masyarakat lain. Dalam kondisi seperti ini, beberapa kalangan menilai penerapan demokrasi di Indonesia harus dijiwai dengan ideologi atau dasar negara RI yaitu Pancasila. Pancasila sebagai dasar atau ideologi negara harus diterapkan dalam kehidupan berdemokrasi.


Pancasila sebagai konsep diungkapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 saat menyampaikan pidatonya yang berisikan konsepsi usul tentang dasar falsafah negara yang diberi nama dengan Pancasila. Konsepsi usul ini berisi:

 1. Kebangsaan Indonesia atau Nasionalisme.

2. Perikemanusiaan atau Internasionalisme.

3. Mufakat atau Demokrasi.

4. Kesejahteraan Sosial.

5. Ketuhanan yang Maha Esa.

Selanjutnya pada tanggal 22 Juni 1945, sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) mencapai konsensus nasional dan gentlemen agreement tentang dasar negara Republik Indonesia. Konsensus nasional yang mendasari dan menjiwai Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 itu dituangkan dalam suatu naskah yang oleh Mr Muhammad Yamin disebut Piagam Jakarta. Piagam Jakarta merupakan hasil kompromi tentang dasar negara Indonesia yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan, panitia kecil yang dibentuk oleh BPUPKI, antara umat Islam dan kaum kebangsaan (nasionalis). Di dalam Piagam Jakarta terdapat lima butir yang kelak menjadi Pancasila dari lima butir, sebagai berikut :

1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia


Naskah Piagam Jakarta ditulis dengan menggunakan ejaan Republik dan ditandatangani oleh Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdulkahar Muzakir, H.A. Salim, Achmad Subardjo, Wahid Hasjim, dan Muhammad Yamin. Pada saat penyusunan UUD pada Sidang Kedua BPUPKI, Piagam Jakarta dijadikan Muqaddimah (preambule). Selanjutnya, saat pengesahan UUD ‘45 18 Agustus 1945 oleh PPKI, istilah Muqaddimah diubah menjadi Pembukaan UUD setelah butir pertama diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Perubahan butir pertama dilakukan oleh Drs. M. Hatta atas usul A.A. Maramis setelah berkonsultasi dengan Teuku Muhammad Hassan, Kasman Singodimedjo dan Ki Bagus Hadikusumo. Membaca sejarah pergerakan nasional di Indonesia, perubahan ini nampak bukan suatu proses dari saat disahkannya Piagam Jakarta hingga menjadi Pembukaan UUD 1945.

Para wakil rakyat Indonesia ketika itu terbagi atas dua kelompok aliran pemikiran. Di satu pihak mereka yang mengajukan agar negara itu berdasarkan kebangsaan tanpa kaitan khas pada ideologi keagamaan. Di pihak lain, mereka yang mengajukan Islam sebagai dasar negara. Mengingat Indonesia adalah bangsa yang majemuk , maka kata – kata “menjalankan syariat Islam bagi pemeluk – pemeluknya“ di ganti dengan kalimat “Ketuhanan Yang Maha Esa“. Hal ini terjadi karena setelah ada protes dari perwakilan Indonesia bagian timur yang mayoritas adalah non muslim. Hal ini membuktikan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki rasa tenggang rasa yang besar dan saling menghormati satu sama lain dan mengutamakan kepentingan bersama/umum daripada kepentingan pribadi/golongan. Maka itulah yang dinamakan Demokrasi Pancasila.


    B.    Perumusan Masalah

 Adapun yang menjadi fokus permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:


    Apa pengertian dari demokrasi itu ?

    Apa pengertian dari demokrasi Pancasila ?

    Bagaimana perkembangan demokrasi di Indonesia ?

    Bagaimana implementasi demokrasi Pancasila sebagai perwujudan kedaulatan rakyat di Era Reformasi ?

    C.   Tujuan

 Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:

 Untuk mengetahui hakekat demokrasi

    Agar lebih menghayati demokrasi Pancasila

    Untuk mengetahui perkembangan demokrasi di Indonesia

    Agar dapat mengimplementasikan demokrasi Pancasila secara benar di Era Reformasi seperti sekarang ini


     D.   Manfaat

 Tujuan Demokrasi Pancasila adalah untuk menetapkan bagaimana bangsa Indonesia mengatur hidup dan sikap berdemokrasi seharusnya. Dan menjadikan semua teratur tanpa terjadi hal–hal yang melewati batas norma kesopanan. Jadi jelas bahwa pendidikan Pancasila selalu diajarkan di setiap tingkat pendidikan mulai dari SD, SMP, SMA/SMK agar kita menjadi manusia yang demokrasi yang selalu menghargai pemdapat orang lain, tenggang rasa dan bertanggung jawab dalam menjadi warga negara yang baik.

BAB II

PEMBAHASAN

1.Sejarah Demokrasi di Indonesia

Sejak
Indonesia merdeka dan berdaulat sebagai sebuah negara pada tanggal 17 Agustus
1945, para Pendiri Negara Indonesia (the Founding Fathers) melalui UUD 1945
(yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945) telah menetapkan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia menganut paham atau ajaran demokrasi, dimana
kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada ditangan Rakyat dan dilaksanakan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dengan demikian berarti
juga NKRI tergolong sebagai negara yang menganut paham Demokrasi Perwakilan
(Representative Democracy).

Penetapan
paham demokrasi sebagai tataan pengaturan hubungan antara rakyat disatu pihak
dengan negara dilain pihak oleh Para Pendiri Negara Indonesia yang duduk di
BPUPKI tersebut, kiranya tidak bisa dilepaskan dari kenyataan bahwa sebagian
terbesarnya pernah mengecap pendidikan Barat, baik mengikutinya secara langsung
di negara-negara Eropa Barat (khususnya Belanda), maupun mengikutinya melalui
pendidikan lanjutan atas dan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia sejak beberapa dasawarsa sebelumnya,
sehingga telah cukup akrab dengan ajaran demokrasi yang berkembang di
negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Tambahan lagi suasana pada saat
itu (Agustus 1945) negara-negara penganut ajaran demokrasi telah keluar sebagai
pemenang Perang Dunia-II.

Didalam
praktek kehidupan kenegaraan sejak masa awal kemerdekaan hingga saat ini,
ternyata paham demokrasi perwakilan yang dijalankan di Indonesia terdiri dari
beberapa model demokrasi perwakilan yang saling berbeda satu dengan lainnya.


     2.Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia

Pengertian dan pelaksanaan demokrasi disetiap
negara berbeda, hal ini ditentukan oleh sejarah, budaya dan pandangan hidup,
dan dasar negara serta tujuan negara tersebut. Sesuai dengan pandangan hidup
dan dasar negara, pelaksanaan demokrasi di Indonesia mengacu pada landasan
idiil dan landasan konstitusional UUD 1945. Dasar demokrasi Indonesia adalah
kedaulatan rakyat seperti yang tercantum dalam pokok pikiran ketiga pembukaan
UUD 1945: “Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasar
kerakyatan, permusyawaratan/perwakilan”. Pelaksanaannya didasarkan pada UUD
1945 Pasal 1 ayat (2) “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan
menurut UUD”.

Negara
Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang berusaha untuk membangun
sistem politik demokrasi sejak menyatakan kemerdekaan dan kedaulatannya pada
Tahun 1945. Namun, banyak kalangan berpendapat bahwa sesungguhnya Negara
Indonesia hingga sekarang ini masih dalam tahap “ demokratisasi” artinya, demokrasi 
yang kini di bangun belum benar-benar berdiri dengan mantap.

Sejak
awal kemerdekaan Negara Indonesia berbagai hal berkenaan dengan hubungan Negara
dan masyarakat telah diatur di dalam UUD 1945 para founding father (pendiri
Negara) berkeinginan kuat sistem politik Indonesia mampu mewujudkan
pemerintahan yang melindungi segenap tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum dan ikut serta dalam perdamaian dunia.

Pelaksanaan demokrasi di Indonesia dalam
perjalanannya mengalami pasang surut. Hal itu di tandai dengan perubahan bentuk
demokrasi yang pernah di laksanakan di Indonesia.

Miriam Boedihardjo menyatakan bahwa
dipandang dari sudut perkembangan sejarah demokrasi Indonesia sampai dengan
masa Orde Baru dapat dibagi dalam tiga masa, yaitu:

1.     Masa Republik I yang dinamakan masa
demokrasi parlementer;

2.    Masa Republik II, yaitu masa demokrasi
terpimpin;

3.    Masa Republik III, yaitu masa demokrasi
Pancasila yang menonjolkan sistem presidensial.

Pelaksanaan
demokrasi di Indonesia dapat dibagi kedalam lima periode.

1.     Pelaksanaan demokrasi masa revolusi
(1945-1950)

2.    Pelaksanaan demokrasi masa Orde Lama

a.    Masa demokrasi liberal (1950-1959)

b.    Masa demokrasi terpimpin (1959-1965)

3.    Pelaksanaan demokrasi masa Orde Baru
(1966-1998)

4.    Pelaksanaan demokrasi masa transisi
(1998-1999)

5.    Pelaksanaan demokrasi masa Reformasi
(1999-sekarang).


         1)  
Pelaksanaan Demokrasi Masa Revolusi (1945-1950)

Tahun 1945 – 1950, Indonesia masih
berjuang menghadapi Belanda yang ingin kembali ke Indonesia. Pada saat itu
pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan baik. Hal itu disebabkan oleh masih
adanya revolusi fisik. Pada awal kemerdekaan masih terdapat sentralisasi
kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi sebelum
MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan oleh
Presiden denan dibantu oleh KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara
Indonesia adalah negara yang absolut pemerintah mengeluarkan:

  • Maklumat Wakil
    Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah menjadi lembaga
    legislatif.
  • Maklumat
    Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan Partai Politik.
  • Maklumat
    Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan sistem pemerintahn
    presidensil menjadi parlementer

2)  Pelaksanaan
Demokrasi Masa Orde Lama (1950-1965)

a.  
Masa Demokrasi Liberal (1950-1959)

Pelaksanaan demokrasi
liberal sesuai dengan konstitusi yang berlaku saat itu, yakni Undang Undang
Dasar Sementara 1950. Kondisi ini bahkan sudah dirintis sejak dikeluarkannya
maklumat pemerintah tanggal 16 Oktober 1945 dan maklumat tanggal 3 November
1945, tetapi kemudian terbukti bahwa demokrasi liberal atau parlementer yang
meniru sistem Eropa Barat kurang sesuai diterapkan di Indonesia. Tahun 1950
sampai 1959 merupakan masa berkiprahnya parta-partai politik. Dua partai
terkuat pada masa itu (PNI & Masyumi) silih berganti memimpin kabinet.
Sering bergantinya kabinet sering menimbulkan ketidakstabilan dalam bidang
politik, ekonomi, sosial, dan keamanan. Ciri-ciri demokrasi liberal adalah
sebagai berikut :

1.                 
Presiden
dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat

2.                
Menteri
bertanggung jawab atas kebijakan pemerintah

3.                
Presiden
bisa dan berhak berhak membubarkan DPR

4.                
Perdana
Menteri diangkat oleh Presiden.

Adapun kabinet-kabinet pada
masa demokrasi liberal, yaitu:

1.    
KABINET NATSIR (6 September 1950 – 21 Maret
1951)

Merupakan kabinet koalisi yang
dipimpin oleh partai Masyumi.

Dipimpin Oleh : Muhammad Natsir.

2.    KABINET
SUKIMAN (27 April 1951 – 3 April 1952)

Merupakan kabinet koalisi
antara Masyumi dan PNI.

Dipimpin Oleh: Sukiman Wiryosanjoyo

3.   
KABINET WILOPO (3 April 1952 – 3 Juni 1953)

Kabinet
ini merupakan zaken kabinet
yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam biangnya.

Dipimpin Oleh: Mr. Wilopo

4.   
KABINET ALI
SASTROAMIJOYO I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)

Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan
NU.

Dipimpin Oleh :Mr. Ali Sastroamijoyo

5.   
KABINET
BURHANUDDIN HARAHAP (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)

Dipimpin Oleh     : Burhanuddin
Harahap

6.   
KABINET ALI
SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)

Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai
yaitu PNI, Masyumi, dan NU.

Dipimpin Oleh : Ali Sastroamijoyo

7.    KABINET DJUANDA ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)

Kabinet ini
merupakan zaken kabinet
yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk
karena Kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS
1950. Serta terjadinya perebutan kekuasaan antara partai politik.

Dipimpin
Oleh :
Ir. Juanda

Namun
demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan :

  • Dominannya
    partai politik
  • Landasan sosial
    ekonomi yang masih lemah
  • Tidak mampunya
    konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950

Atas
dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :

  • Bubarkan
    konstituante
  • Kembali ke UUD
    1945 tidak berlaku UUD S 1950
  • Pembentukan MPRS
    dan DPAS

b. Masa Demokrasi Terpimpin
(1959-1965)

Demokrasi
terpimpin adalah sebuah sistem demokrasi dimana seluruh keputusan serta
pemikiran berpusat pada pemimpin negara. Konsep sistem Demokrasi Terpimpin
pertama kali diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam pembukaan sidang
konstituante pada tanggal 10 November 1956. Masa demokrasi terpimpin
(1957-1965) dimulai dengan tumbangnya demokrasi parlementer atau demokrasi
liberal yang ditandai pengunduran Ali Sastroamidjojo sebagai perdana mentri.
Namun begitu, penegasan pemberlakuan demokrasi terpimpin dimulai setelah
dibubarkannya badan konstituante dan dikeluarkannya dekrit presiden 5 Juli
1959.

Pengertian demokrasi
terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berintikan
musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan nasional
yang progresif revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan ciri:

1.     Dominasi Presiden

2.    Terbatasnya peran partai politik

3.    Berkembangnya pengaruh PKI.

Ketegangan-ketegangan politik yang
terjadi pasca Pemilihan Umum 1955 membuat situasi politik tidak menentu. Kekacauan
politik ini membuat keadaan negara menjadi dalam keadaan darurat. Hal ini
diperparah dengan Dewan Konstituante yang mengalami kebuntuan dalam menyusun
konstitusi baru, sehingga negara Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap.
Berikut latar belakang munculnya penerapan demokrasi terpimpin oleh Presiden
Soekarno.

Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain:

  1. Mengaburnya
    sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan
  2. Peranan Parlemen
    lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk
    DPRGR
  3. Jaminan HAM
    lemah
  4. Terjadi
    sentralisasi kekuasaan
  5. Terbatasnya
    peranan pers
  6. Kebijakan
    politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)

Akhirnya terjadi peristiwa
pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI yang menjadi tanda akhir dari
pemerintahan Orde Lama.


         3)  Pelaksanaan
Demokrasi Masa Orde Baru (1966-1998)

Dinamakan juga demokrasi pancasila. Pelaksanaan demokrasi
orde baru ditandai dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966, Orde Baru
bertekad akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen.
Awal Orde baru memberi harapan baru pada rakyat pembangunan disegala bidang
melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil
menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.

Namun
demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap gagal sebab:

  1. Rotasi kekuasaan
    eksekutif hampir dikatakan tidak ada
  2. Rekrutmen
    politik yang tertutup
  3. Pemilu yang jauh
    dari semangat demokratis
  4. Pengakuan HAM
    yang terbatas
  5. Tumbuhnya KKN
    yang merajalela

Sebab jatuhnya Orde Baru:

  1. Hancurnya
    ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
  2. Terjadinya
    krisis politik
  3. TNI juga tidak
    bersedia menjadi alat kekuasaan orba
  4. Gelombang
    demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk turun jadi
    Presiden.
  5.  Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan
    kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21
    Mei 1998.


     4)  Pelaksanaan
Demokrasi Masa Transisi (1998-1999)

Masa
transisi berlangsung  tahun 1998-1999. Pada masa ini terjadi penyerahan
kekuasaan dari Presiden Soeharto yang mengundurkan diri kepada Wakil Presiden
B. J. Habibie pada tanggal 21 Mei  1998, jadi Presiden RI pada waktu itu
digantikan oleh B. J. Ha Habibie. Hal ini disebut masa transisi, yaitu perpindahan
pemerintahan. 

Demokrasi terpimpin, juga
disebut demokrasi terkelola
adalah istilah untuk sebuah
pemerintahandemokrasi dengan peningkatan otokrasi. Pemerintahan negara dilegitimasi oleh pemilihanumum yang
walaupun bebas dan adil, digunakan oleh pemerintah untuk melanjutkan kebijakan
dan tujuan yang sama. Atau, dengan kata lain, pemerintah telah belajar untuk
mengendalikan pemilihan umum sehingga pemilih dapat melaksanakan semua hak-hak
mereka tanpa benar-benar mengubah kebijakan publik. Walaupun mengikuti
prinsip-prinsip dasar demokrasi, dapat timbul penyimpangan kecil terhadap
otoritarianisme. Dalam demokrasi terpimpin,
pemilih dicegah untuk memiliki dampak yang signifikan terhadap kebijakan yang
dijalankan oleh negara melalui pengefektifan teknik kinerja
humas yang berkelanjutan.


     5)  Pelaksanaan Demokrasi Masa Reformasi
(1999-Sekarang)

Demokrasi
yang dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnya adalah demokrasi dengan
mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, dengan penyempurnaan pelaksanaannya
dan perbaikan peraturan-peraturan yang tidak demokratis, dengan meningkatkan
peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara dengan menegaskan fungsi,
wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan
tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan
yudikatif.

Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR – MPR hasil
Pemilu 1999 yang telah memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya
lembaga-lembaga tinggi yang lain.

Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara
lain:

  1. Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi
  2. Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum
  3. Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN
  4. Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil
    Presiden RI
  5. Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV

Pada Masa Reformasi berhasil menyelenggarakan
pemilihan umum sudah dua kali yaitu tahun 1999 dan tahun 2004.

BAB III


PENUTUP

A.  Kesimpulan

MAKALAH DEMOKRASI -Demokrasi
merupakan sebuah kata yang sudah tidak asing lagi.Karena demokrasi merupakan
suatu sistem yang telah dijadikan alternatif dalam tatanan aktivitas
bermasyarakat dan bernegara.Dan demokrasi merupakan asas yang fundamental dalam
pemerintahan. Secara etimologis, demokrasi merupakan gabungan antara dua kata
dari bahasa Yunani, yaitu demos yang
berarti rakyat dan cratein atau cratos yang berarti kekuasaan. Jadi,
demokrasi berarti kedaulatan yang berada di tangan rakyat. Dengan kata lain,
kedulatan rakyat mengandung pengetian bahwa sistem kekuasaan tertinggi dalam
sebuah Negara dibawah kendali rakyat.

Adapun
unsur penegak yang mendukung berdirinya sebuah demokrasi, yaitu Negara hukum,
masyarakat madani, infrastruktur politik, dan pers yang bebas dan bertanggung
jawab.

Aspek-aspek pengukur
sebagai parameter, yaitu: Pertama, masalah
pembentukan Negara. Kedua, dasar
kekuasaan Negara.Masalah ini menyangkut konsep legimitasi kekuasaan serta
pertanggungjawabannya langsung kepada rakyat.

Dimana
dalam perkembangannya, di Indonesia telah mengalami berbagai macam pergantian
sistem demokrasi, yang pada akhirnya Indonesia Negara Indonesia saat
inimenggunakan sistem demokrasi pancasila
 


Artikel Terkait dengan Makalah:

  1. Makalah Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan 
  2. Makalah Pancasila Sebagai Dasar Negara 
  3. Makalah Hak dan Kewajiban Membela Negara

 

DAFTAR
PUSTAKA

Huda,
Ni’matu
Negara Hukum, Demokrasi,
dan Judicial Review,
Yogyakarta: UII Press, 2005

Masduki,
Kebebasan Pers dan Kode Etik Jurnalistik,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005

Prof Dr. Azyumardi Azra, MA, Demokrasi,
HAM, dan Masyarakat Madani,
Jakarta:ICCE
UIN Syarif Hidayatullah, 2003

Sareb
Putra, R.Masri (ed), Etika dan Tertib
Warga Negara,
Jakarta: Salemba Humanika, 2010

Tim Pokja UIN
Sunan Kalijaga, Pancasila dan
Kewarganegaraan,
Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005