Peran Pemuda dan Urgensi Keberadaan Pemuda
Dalam
kosakata bahasa Indonesia, pemuda juga dikenal dengan sebutan generasi muda dan
kaum muda yang memiliki terminologi beragam. Untuk menyebut pemuda, digunakan
istilah young human resources sebagai salah satu sumber pembangunan. Mereka
adalah generasi yang ditempatkan sebagai subjek pemberdayaan yang memiliki
kualifikasi efektif dengan kemampuan dan keterampilan yang didukung penguasaan
iptek untuk dapat maju dan berdiri dalam keterlibatannya secara aktif bersama
kekuatan efektif lainnya guna penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi bangsa.
Meskipun tidak pula dipungkiri bahwa pemuda sebagai objek pemberdayaan, yaitu
mereka yang masih memerlukan bantuan, dukungan dan pengembangan ke arah
pertumbuhan potensi dan kemampuan efektif ke tingkat yang optimal untuk dapat
bersikap mandiri dan melibatkan secara fungsional .
Dalam
pendekatan ekosferis, generasi muda atau pemuda berada dalam status yang sama
dalam menghadapi dinamika kehidupan seperti halnya orang tua. Generasi tua
sebagai ‘generasi yang berlalu’ (passsing generation) berkewajiban membimbing
generasi muda sebagai generasi penerus, mempersiapkan generasi muda untuk
memikul tanggung jawabnya yang semakin kompleks. Di pihak lain, generasi muda
yang penuh dinamika, berkewajiban mengisi akumulator generasi tua yang makin
melemah, di samping memetik buah pengalaman generasi tua. Dalam hubungan ini,
generasi tua tidak dapat mengklaim bahwa merekalah satu-satunya penyelamat
masyarakat dan negara.
Sebaliknya
generasi muda tidak bisa melepaskan diri dari kewajiban untuk memelihara dan
membangun masyarakat dan negara. Pemuda memiliki peran yang lebih berat karena
merekalah yang akan hidup dan menikmati masa depan. Sejarah memperlihatkan
kiprah kaum muda selalu mengikuti setiap tapak-tapak penting sejarah. Pemuda
sering tampil sebagai kekuatan utama dalam proses modernisasi dan perubahan.
Dan biasanya pula pemuda jenis ini adalah para pemuda yang terdidik yang
mempunyai kelebihan dalam pemikiran ilmiah, selain semangat mudanya, sifat
kritisnya, kematangan logikanya dan ‘kebersihan’-nya dari noda orde masanya.
Angkatan
1908 mendapat inspirasi dari asiatic reveil (kebangkitan bangsa-bangsa Asia)
akibat kemenangan Jepang terhadap Rusia pada tahun 1904-1905, sehingga mulai
tumbuh kesadaran sebagai bangsa. Melalui Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928,
para pemuda berikrar untuk mengakui satu bangsa Indonesia. Angkatan 1945
menjadi angkatan yang mendorong lahirnya negara baru bernama Indonesia melalui
proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Angkatan 1966 melakukan koreksi
terhadap kepemimpinan nasional yang dipicu oleh pemberontakan PKI. Angkatan
1966 juga dianggap sebagai penyelamat atas keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Angkatan 1974 menjadi angkatan yang mengoreksi kebijakan pemerintah
Orde Baru hingga Angkatan 1998 sebagai pendobrak otokrasi yang dilakukan oleh
Presiden Soeharto. Lewat gerakan Reformasi, kembali peran pemuda diharapkan
muncul sebagai ‘penyelamat krisis’ bangsa.
Melihat
peran pemuda tersebut, posisi pemuda sebagai salah satu elemen bangsa adalah
sangat urgen. Krisis ekonomi yang merembet ke krisis multidimensi ini belum
berakhir. Pemuda yang menjadi penggerak pada setiap zamannya, kembali dituntut
untuk tampil, meski tantangan yang dihadapi selalu berbeda.
PerananPemuda Dalam Pembangunan Bangsa Indonesia
Pemuda merupakan penerus perjuangan generasi terdahulu untuk mewujukan
cita-cita bangsa. Pemuda menjadi harapan dalam setiap kemajuan di dalam
suatu bangsa, Pemuda lah yang dapat merubah pandangan orang terhadap suatu
bangsa dan menjadi tumpuan para generasi terdahulu untuk mengembangkan suatu
bangsa dengan ide-ide ataupun gagasan yang berilmu, wawasan yang
luas, serta berdasarkan kepada nilai-nilai dan norma yang berlaku di dalam
masyarakat.
Pemuda
tidak selalu identik dengan kekerasan dan anarkisme tetapi daya pikir revolusionernya
yang menjadi kekuatan utama. Sebab, dalam mengubah tatanan
lama budaya bangsa dibutuhkan pola pikir terbaru, muda dan segar.
Perkembangan pemikiran pemuda Indonesia mulai
terekam jejaknya sejak tahun 1908 dan berlangsung hingga sekarang.
Periodisasinya dibagi menjadi 6 (enam) periode mulai dari periode
Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi 1945, Aksi
Tritura 1966, periode 1967-1998 (Orde Baru). Periode awal yaitu Kebangkitan Nasional tahun
1908, ditandai dengan berdirinya Budi Utomo yang merupakan organisasi
priyayi Jawa pada 20 mei 1908.
Pada periode ini, pemuda Indonesia mulai
mengadopsi pemikiran-pemikiran Barat yang sedang booming pada saat
itu. Pemikiran-pemikiran tersebut antara lain adalah Sosialisme, Marxisme,
Liberalisme, dll. Pengaruh pemikiran ini terhadap pemikiran pemuda saat itu
tergambar jelas pada ideologi dari sebagian besar organisasi pergerakan yang
mengadopsi pemikiran Barat serta model gerakan yang mereka pakai. Dari beberapa
gerakan yang terekam dalam sejarah Indonesia, salah satu yang paling diminati
adalah model gerakan radikal. Salah satu gerakan radikal yang terbesar pada
saat itu adalah Pemberontakan PKI tahun 1926. Pemberontakan ini merupakan
percobaan revolusi pertama di Hindia antara 1925-1926. Selain mengadopsi
pemikiran Barat, para pemuda di masa itu juga menerapkan esensi dari kebudayaan
Jawa, Islam, dan konsep kedaerahan lainnya sebagai pegangan (ideologi).
Periode berikutnya, Sumpah Pemuda 1928, ditandai dengan Kongres Pemuda pada
bulan Oktober 1928. Peristiwa ini merupakan pernyataan pengakuan atas 3 hal
yaitu, satu tanah air; Indonesia, satu bangsa; Indonesia, dan satu bahasa;
Indonesia. Dari peristiwa ini dapat kita gambarkan bahwa pemikiran pemuda
Indonesia pada masa ini mencerminkan keyakinan di dalam diri mereka bahwa
mereka adalah orang Indonesia dan semangat perjuangan mereka dilandasioleh semangat persatuan.
Dengan melihat perkembangan
pemikiran pemuda dari tahun 1908-1998, kita dapat merefleksi sekaligus
bercermin dari semangat perubahan yang mereka lakukan. Semangat pembaruan yang
lahir dari pemikiran mereka merupakan buah dari kerja keras dan disiplin. Sebagai
penerus tongkat estafet perjuangan yang menjadi simbol kemajuan suatu bangsa,
kita wajib meneladani semangat dan idealisme mereka agar kelak lahir
Soekarno-Soekarno baru, Soe Hok Gie-Soe Hok Gie baru, serta pemikir-pemikir
baru yang memiliki pola pikir baru, kreatif dansegar.
Sikap Pemuda terhadap Persoalan
Bangsa
Potensi
yang dimiliki oleh generasi muda diharapkan mampu meningkatkan peran dan
memberikan kontribusi dalam mengatasi persoalan bangsa. Persoalan bangsa,
bahkan menuju pada makin memudarnya atau tereliminasinya jiwa dan semangat
bangsa. Berbagai gejala sosial dengan mudah dapat dilihat, mulai dari rapuhnya
sendi-sendi kehidupan masyarakat, rendahnya sensitivitas sosial, memudarnya
etika, lemahnya penghargaan nilai-nilai kemanusiaan, kedudukan dan jabatan
bukan lagi sebagai amanah penederitaan rakyat, tak ada lagi jaminan rasa aman,
mahalnya menegakan keadilan dan masih banyak lagi problem sosial yang kita
harus selesaikan.
Hal
ini harus menjadi catatan agar pemuda lebih memiliki daya sensitivitas, karena
bangsa ini sesungguhnya sedang menghadapi problem multidimensi yang serius, dan
harus dituntaskan secara simultan tidak fragmentasi. Oleh karena itu,
rekonstruksi nilai-nilai dasar bangsa ke depan perlu bberapa langkah strategis
dalam mengatasi persoalan bangsa ;
- Komitmen untuk meningkatkan kemandirian dan martabat bangsa.
Kemandirian dan martabat bangsa Indonesia di mata dunia adalah terpompanya
harga diri bangsa. Seluruh aktivitas pembangunan sejauh mungkin dijalankan
berdasar kemampuan sendiri, misalnya dengan menegakkan semangat berdikari. - Harmonisasi kehidupan sosial dan meningkatkan ekspektasi masyarakat
sehingga berkembang mutual social trust yang berawal dari komitmen seluruh
komponen bangsa. Pelaksanaan hukum, sebagai benteng formal untuk mengatasi
korupsi, tidak boleh dipaksa tunduk pada kemauan pribadi pucuk pimpinan negara.
- Penyelenggara negara dan segenap elemen bangsa harus terjalin dalam
satu kesatuan jiwa Kata kucinya adalah segera terwujudnya sistem kepemimpinan
nasional yang kuat dan berwibawa di mata rakyat yang memiliki integritas tinggi
(terpercaya, jujur dan adil), adanya kejelasan visi (ke depan) pemimpin yang
jelas dan implementatif, pemimpin yang mampu memberi inspirasi (inspiring) dan
mengarahkan (directing) semangat rakyat secara kolektif, memiliki semangat
jihad, komunikatif terhadap rakyat, mampu membangkitkan semangat solidaritas
(solidarity maker) atau conflict resolutor. Dan untuk pemuda, mereka harus
mempu memperjuangkan sistem nilai-nilai yang merepresentasikan aspirasi,
sensitivitas dan integritas para generasi muda terhadap gejala ketidakadilan
yang terjadi di masyarakat.
Strategi Pemuda Untuk Memujudkan Wawasan Kebangsaan
Strategi
yang perlu dilakukan untuk mewujudkan pemuda Indonesia yang berwawasan
kebangsaan, cerdas, terampil, kreatif, memiliki daya saing dan berakhlak mulia
adalah :
- pemberdayaan generasi muda yang
dilaksanakan harus terencana, menyeluruh,
terpadu, terarah, bertahap dan berlanjut untuk memacu tumbuh kembangnya wawasan
generasi muda dalam mewujudkan kehidupan yang sejajar dengan generasi muda
bangsa-bangsa lain. Usaha pengembangan ini merupakan pemerataan serta perluasan
dari tahap sebelumnya dan merupakan rangkaian yang berkelanjutan. - pemberdayaan generasi muda merupakan
program pembangunan yang bersifat lintas bidang dan lintas sektoral, harus
dikoordinasikan sedini mungkin dari perumusan
kebijaksanaan, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasanserta melibatkan peran serta masyarakat. - menempatkan posisi generasi
muda lebih sebagai subjek dibanding sebagaiobjek dan pada tingkat
tertentu diharapkan agar generasi muda dapat berperan secara lebih aktif,
produktif dalam membangun jati diri secara bertanggung jawab dan efektif.
Dalam
pelaksanaan strtategi ini, perlu dirancang rumusan hak dan kewajiban yang
merupakan proses gradual semenjak kanak-kanak hingga mencapai usia dewasa.
Proses gradual ini secara sosiologis meru¬pakan proses sosialisasi (penanaman)
nilai dan norma masyarakat sesuai dengan tahapan usianya. Proses ini dapat
dikelompokkan sesuai usia; 0-6 tahun, 6-18 tahun, 18-21 tahun dan 21-35 tahun.
Kelompok 6-18 tahun harus mulai melakukan interaksi sosial dalam rangka
memperoleh keterampilan sosial sebagai bekal untuk menjadi orang dewasa
sehingga ketika mereka mencapai usia kelompok berikutnya (usia 21-35 tahun),
diharapkan mampu mencapai tingkat kematangan pemikiran sekaligus mampu
menerapkannya dalam lingkungannya. Namun demikian, perlu sarana kondusif untuk mencapai puncak
kematangan sebuah generasi.
Pemuda dan masyarakat umumnya, memerlukan fasilitas untuk mencapai
kemandirian. Pertama, harus diciptakan iklim yang kondusif agar para generasi
muda dapat mengaktualisasikan segenap potensi, bakat, dan minat yang
dimilikinya. Dengan pernyataan ini maka berarti kita memiliki pandangan yang
positif dan optimis tentang para generasi muda, yaitu bahwa setiap generasi
muda memiliki potensi, bakat, dan minat masing-masing.
Kedua, pemberdayaan generasi muda membutuhkan suatu strategi
kebudayaan, bukan strategi kekuasaan. Dengan strategi kebudayaan berarti kita
harus menempatkan generasi muda bukan lagi sebagai obyek, melainkan sebagai
subyek. Para generasi muda harus diberikan otoritas untuk melakukan proses
pembelajaran sendiri agar mereka menjadi lebih berdaya dan diberdayakan.
Ketiga, memberikan kesempatan dan kebebasan kepada para generasi
muda untuk mengorganisasikan dirinya secara bebas dan merdeka. Ini dimaksudkan
agar etos kompetisi tumbuh dan berkembang dengan baik. Kecenderungan untuk
menyeragamkan mereka dalam suatu wadah tunggal seperti kebiasaan lama ternyata
justru menumbuhkan semangat berkompetisi.