Hedonisme Dalam Dunia Pendidikan dan Cara Mengatasinya

Pengertian gaya hidup hedonismeGaya hidup hedonis adalah suatu pola hidup yang aktivitasnya untuk mencari kesenangan hidup, seperti lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah, lebih banyak bermain, senang pada keramaian kota, senang membeli barang mahal yang disenanginya, serta selalu ingin menjadi pusat perhatian. 

Hedonisme adalah derivasi (turunan) dari liberalisme. Sebuah pandangan hidup bahwa kesenangan adalah segalanya, bahkan kehidupan itu sendiri. Bagi kaum hedonis, hidup adalah meraih kesenangan materi: sesuatu yang bersifat semu, sesaat, dan artifisial. Pandangan ini lahir di Barat, yang memuja kebebasan berperilaku. 

Di era reformasi, masyarakat berharap munculnya pemimpin dari kaum muda, baik di level kabupaten/kota, provinsi, maupun pusat. Beberapa pemimpin muda memang telah lahir di daerah, tetapi belum untuk level nasional. Regenarasi kepemimpinan nasional berjalan lambat. Kaum muda yang ditunggu-tunggu belum menunjukkan tanda-tanda positif menjadi calon pemimpin bangsa. 

Kondisi ini tergambar jelas di kampus-kampus. Masih pantaskah mahasiswa diberi label agen perubahan atau intelektual muda? Alih-alih menjalankan peran maksimal sebagai agen perubahan, yang terjadi justru berkembangnya budaya hedonisme di kampus-kampus. Mahasiswa sekarang cenderung mendewakan kesenangan dan kenikmatan dalam menjalani hidup. Kepedulian terhadap lingkungan sekitar terlupakan oleh kilau kenikmatan sesaat. Sisi kehidupan mahasiswa saat ini telah dihadapkan pada berbagai godaan yang menarik dan menggiurkan sehingga bisa menyimpang dari idealisme hakiki manusia. Gaya hidup mahasiswa saat ini adalah gaya hidup kelas menengah ke atas yang dicirikan dengan kemampuan mengonsumsi produk dan gaya hidup yang serba modern. Mahasiswa sering kali digambarkan sibuk mengejar urusan cinta dengan gaya hidup yang menonjolkan tampilan fisik. Fenomena hura-hura oriented kerap ditemui di kampus. Semakin jarang terdengar percakapan akademis di lingkungan mahasiswa. Percakapan mereka lebih didominasi masalah fashion, sinetron dan film terbaru, serta aneka bentuk hedonisme lainnya.


Hedonisme Dalam Dunia Pendidikan

Jika perilaku hedonisme dibiarkan saja, ini akan menjadi racun bagi dunia pendidikan, terutama pendidikan tinggi. Membiarkan racun bersarang dalam tubuh kampus sama artinya menyediakan pembunuh karakter intelektual atas mahasiswa dan sivitas aka-demika. Budaya negatif ini telah mengikis sense of crisis generasi muda terhadap berbagai permasalahan bangsa. Jangankan peduli negara, kebijakan di tingkat kampus dan rektorat pun jarang direspon. 

Apatis, itulah kata-kata yang tepat untuk menggambarkan sikap para mahasiswa masa kini. Tak percaya? Perhatikanlah lingkungan kampus: sebuah padepokan yang dihuni orang-orang muda berpendidikan. Sebagian besar dari mereka, entah mahasiswa atau mahasiswi, menghabiskan waktu dan uangnya untuk berburu kesenangan di tempat-tempat hiburan. Lihat pula kematian kelompok-kelompok diskusi. Mahasiswa lebih suka memberikan apresiasi pada kegiatan hiburan ketimbang aksi seminar dan penelitian. Jika ada pertunjukan musik di kampus, misalnya di auditorium, kawasan itu sesak oleh lautan mahasiswa. Tetapi menjadi sepi saat berlangsung kegiatan akademik seperti seminar dan diskusi publik lainnya. Setiap malam, kawasan kampus ramai bukan karena kegiatan akademik, namun oleh gerombolan mahasiswa yang begadang hingga dinihari untuk kegiatan yang tidak jelas. 

Belum lagi perilaku dugemania dan seks bebas yang sekarang kian menjadi-jadi dan dianggap sebagai ”kewajaran” bagi mahasiswa. Fenomena ini menunjukkan rapuhnya mental generasi muda. Sangat disayangkan mengapa budaya itu begitu mudahnya merasuk ke mental generasi muda saat ini. 

Kenyataan ini sungguh ironis mengingat mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa dan di pundak mahasiswalah harapan semua orang bertumpu. Mahasiswa yang terpengaruh budaya konsumtif dan sulit melepaskan diri dari pengaruh teman-temannya yang sama-sama berperilaku konsumerisme perlahan-lahan akan kehilangan daya pikir, logika, nalar, dan analisisnya. Akibatnya adalah kita terancam kehilangan generasi penerus yang pandai, idealis, kritis, dan dapat memberi solusi atas permasalahan yang timbul. Dalam lingkup yang lebih luas negara kita terancam kehilangan pemimpin yang dapat diandalkan untuk memimpin bangsa yang pada akhirnya dapat mengakibatkan negara kita akan mudah dikuasai oleh negara lain. 

Tujuan pendidikan Negara kita adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa (pembukaan UUD 1945, alinea 4). Tujuannya tentu bukan untuk menciptakan bangsa yang hedonisme, tetapi bangsa yang punya spiritual, punya emosional quotient- peduli pada sesama dan tidak selfish atau mengutamakan diri sendiri.




Faktor yang Mempengaruhi Hedonisme

Gaya hidup hedonisme tentu ada penyebabnya. Ada banyak faktor ekstrinsik (faktor yang datang dari luar) yang memicu emosi mereka menjadi hamba hedonism, antara lain :

Orang tua dan kaum kerabat 

Orang tua dan kerabat adalah penyebab utama generasi mereka menjadi hedonisme. Orang tua lalai untuk mewarisi anak dengan norma dan gaya hidup timur yang punya spiritual. Orang tua tidak banyak mencampurtangankan anak tentang hal spiritual. Sebagian orang tua jarang yang ambil pusing apakah anak sudah melakukan sholat atau belum, apakah lidahnya masih terbata- bata membaca alif –ba-ta, dan tidak sedih melihat remaja mereka kalau tidak mengerti dengan nilai puasa. 

Faktor Bacaan

Faktor bacaan memang dapat mencuci otak mahasiswa untuk menjadi orang yang memegang prinsip hedonisme. Adalah kebiasaan mahasiswa kalau pulang kampus pergi dulu ke tempat keramaian, pasar, paling kurang mampir di kios penjualan majalah dan tabloid. Mereka senang dengan bacaan mengenai trend atau gaya hidup terbaru dan entertainment sehingga timbul keinginan untuk mengikuti atau menirunya. 

Pengaruh tontonan

Pengaruh tontonan, tayangan televisi (profil sinetron, liputan tokoh selebriti dan iklan) juga mengundang mahasiswa untuk mengejar hedonisme. Majalah remaja popular dan kebanyakan tema televisi sama saja. Isinya banyak mengupas tema tema berpacaran, ciuman, pelukan, perceraian, pernikahan. hamil di luar nikah dan bermesraan di muka publik sudah nggak apa-apa lagi, cobalah dan lakukanlah ! seolah-olah beginilah ajakan misi televisi dan majalah yang tidak banyak mendidik, kecuali hanya banyak menghibur.

Rancangan majalah popular dan tema televisi komersil di negara kita memang sedang menggiring mahasiswa menjadi generasi konsumerisme bukan memotivasi mereka untuk menjadi generasi produktif. Tema iklannya adalah “manjakanlah kulitmu”. Andaikata semua mahasiswa dan mahasiswa melakukan hal yang demikian, memuja kulit. Pastilah sawah dan ladang, serta lahan-lahan subur makin banyak yang tidak terurus. Karena mereka semua takut jadi hitam. Pada hal untuk manusia yang patut dimuliakan adalah kualitas intelektual, kualitas spiritual dan kualitas hubungan dengan manusia (kualitas fikiran dan keimanan).


3. Cara Mengatasi Budaya Hedonisme :

Untuk mengantisipasi pengaruh negatif budaya hedonisme bagi mahasiswa perlu diadakan sosialisasi, yaitu :

  1. Perlunya kearifan dalam memilih barang agar tidak terjebak dalam konsumerisme.
  2. Menanamkan pola hidup sederhana dalam kehidupan sehari-hari.
  3. Dalam memilih barang mahasiswa perlu membuat skala prioritas dalam berbelanja sehingga dapat membedakan barang apa yang benar-benar diperlukan dan barang-barang yang diinginkan namun tidak diperlukan.
  4. Penerapan pola hidup sederhana dalam kegiatan sehari-hari diperlukan untuk mengatur keuangan mahasiswa agar pendapatan yang biasanya berasal dari orang tua tidaklah lebih kecil daripada pengeluaran.
  5. Adanya kedewasaan dalam berpikir sehingga mahasiswa dapat membentengi diri dari pola hidup konsumerisme.
  6. Memilih gaya hidup hedonime, terus terang tidak akan pernah memberikan kepuasan dan kebahagiaan. Ibarat minum air garam, makin diminum makin haus. Bagi yang belum terlanjur menjadi pengidola hedonisme maka segeralah balik kiri, berubah seratus delapan puluh derajat. Bahwa kebahagian hidup ada pada hati yang bening, saatnya bagi kita kembali untuk menyuburkan akar-akar spiritual- kembali ke jalan Ilahi, tumbuhkan jiwa peduli pada sesama- buang jauh-jauh karakter selfish (mementingkan diri sendiri), dan miliki multi kekuatan – kuat otak, kuat otot, kuat kemampuan berkomunikasi, kuat beribadah, dan kuat mencari rezeki.