CONTOH PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS

CONTOH PROPOSAL PTK YANG BAIK DAN BENAR
A.    JUDUL
PENGGUNAAN
METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA PESERTA
DIDIK DALAM MEMERANKAN TOKOH DRAMA (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas V
MIS. Sindangraja Kecamatan Jamanis Kabupaten Tasikmalaya Tahun
Pelajaran 2014/2015)

B.     LATAR BELAKANG MASALAH
Proses
belajar mengajar merupakan interaksi yang dilakukan antara guru dengan
peserta didik dalam suatu pendidikan untuk mewujudkan tujuan yang
ditetapkan. Oleh karena itu, seorang guru dituntut kemampuannya untuk
menggunakan berbagai metode dalam pembelajaran. Penggunaan metode
pembelajaran di Kelas V MIS. Sindangraja Kecamatan Jamanis Kabupaten
Tasikmalaya pada pelajaran bahasa Indonesia dalam kemampuan berbicara
hanya dilakukan dengan menyuruh murid berdiri di depan kelas untuk
berbicara misalnya bercerita atau berpidato. Sedangkan peserta didik
yang lain diminta mendengarkan. Akibatnya, pembelajaran berbicara kurang
menarik. Peserta didik yang mendapat giliran merasa tertekan karena di
samping harus menyiapkan bahan sering kali juga melontarkan kritik yang
berlebih-lebihan sehingga peserta didik merasa kurang tertarik kecuali
ketika mendapat gilirannya. Terutama jika dalam memerankan tokoh drama
seringkali peserta didik berbicara tidak sesuai situasi dan konteks
berbahasa yang sesungguhnya.

Dengan melihat kenyataan di
lapangan, kurangnya kemampuan peserta didik dalam
berbicara/mengungkapkan perasaan disebabkan oleh penyajian guru dalam
pembelajaran yang sebagian besar menggunakan metode ceramah, tanpa
peragaan atau gerakan-gerakan dan ekspresi wajah yang sesuai, sehingga
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai masih kurang maksimal atau
perolehan nilai evaluasi peserta didik masih banyak di bawah kriteria
ketuntasan minimal (KKM) Bahasa Indonesia yaitu 67 (enam puluh tujuh).

Apabila
hal di atas dibiarkan, maka akan dapat mengakibatkan dampak seperti
menurunnya prestasi belajar peserta didik serta dirasakan sulit bagi
peserta didik untuk berbicara/mengungkapkan perasaan dengan nada dan
gerak serta mimik wajah yang sebenarnya. Untuk dapat mengatasi hal
tersebut, dalam pembelajaran diperlukan adanya penggunaan metode yang
bervariasi.

Penggunaan metode bermain peran adalah cara tepat
bagi peserta didik untuk belajar dan berlatih berbicara dengan
mengungkapkan perasaan melalui gerakan-gerakan serta ekspresi wajah,
sehingga kemampuan berbicara peserta didik nantinya akan semakin
meningkat. Metode bermain peran akan lebih baik jika dalam pembelajaran
berbicara, guru benar-benar tepat dan baik menggunakan metode tersebut.
Maka, dengan penggunaan metode yang dilakukan ini dapat menghasilkan
pembelajaran yang lebih baik karena dilakukan sesuai dengan
langkah-langkah yang ada.

Berdasarkan uraian di atas, maka
penulis tertarik dan termotivasi untuk melakukan penelitian dengan judul
“PENGGUNAAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA
PESERTA DIDIK DALAM MEMERANKAN TOKOH DRAMA” (Penelitian Tindakan Kelas
di Kelas V MIS. Sindangraja Kecamatan Jamanis Kabupaten Tasikmalaya
Tahun Pelajaran 2014/2015)”.

 C.    IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut :

  1. Kurangnya
    kreatifitas guru dalam menggunakan metode pembelajaran, sehingga
    kegiatan pembelajaran berbicara berlangsung monoton dan membosankan.
  2. Peserta
    didik kurang mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara
    cerdas sesuai konteks dan situasi pada saat berbicara dalam memerankan
    tokoh drama.
  3. Perlunya
    metode pembelajaran dalam peningkatan kemampuan berbicara peserta didik
    yang inovatif dan kreatif sehingga proses pembelajaran berlangsung
    aktif, efektif dan menyenangkan.
  4. Penggunaan metode bermain peran dapat meningkatkan kemampuan berbicara peserta didik dalam memerankan tokoh drama.


D.    BATASAN MASALAH
Maka
batasan masalah dalam penelitian ini adalah penggunaan metode bermain
peran dapat meningkatkan kemampuan berbicara peserta didik dalam
memerankan tokoh drama.

E.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Bagaimana
    perencanaan penggunaan metode bermain peran dalam memerankan tokoh
    drama meningkatkan kemampuan berbicara peserta didik kelas V Madrasdah
    Ibtidaiyah Sindangraja?
  2. Bagaimana
    pelaksanan penggunaan metode bermain peran dalam memerankan tokoh drama
    dapat meningkatkan kemampuan berbicara peserta didik kelas V Madrasdah
    Ibtidaiyah Sindangraja?
  3. Bagaimana
    hasil penggunaan metode bermain peran pada materi memerankan tokoh
    drama dapat meningkatkan kemampuan berbicara peserta didik kelas V
    Madrasah Ibtidaiyah Sindangraja Kecamatan Jamanis Kabupaten  Tasikmalaya
    tahun Pelajaran 2014/2015?

F.     TUJUAN PTK
Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan, maka tujuan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah:

a. Secara Umum
Berdasarkan
masalah di atas, maka tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk
mengetahui penggunaan metode bermain peran dalam memerankan tokoh drama
dapat meningkatkan kemampuan berbicara peserta didik Kelas V MIS.
Sindangraja Kecamatan Jamanis Kabupaten Tasikmalaya.

b. Secara Khusus
Secara khusus, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

  1. Perencanaan
    penggunaan metode bermain peran dalam memerankan tokoh drama dapat
    meningkatkan kemampuan berbicara peserta didik Kelas V MIS. Sindangraja
    Kecamata Jamanis Kabupaten Tasikmalaya.
  2. Pelaksanaan
    penggunaan metode bermain peran dalam memerankan tokoh drama dapat
    meningkatkan kemampuan berbicara peserta didik Kelas V MIS. Sindangraja
    Kecamatan Jamanis Kabupaten Tasikmalaya.
  3. Hasil
    penggunaan metode bermain peran dalam memerankan tokoh drama dapat
    meningkatkan kemampuan berbicara peserta didik Kelas V MIS. Sindangraja
    Kecamata Jamanis Kabupaten Tasikmalaya.

G.     MANFAAT PTK
Adapun manfaat dalam penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut:
1.    Secara Teoretis

  1. Sebagai pedoman bagi guru untuk meningkatkan keprofesionalannya dalam mengajar dengan menggunakan metode bermain peran
  2. Memberikan peluang bagi guru untuk memiliki pengetahuan dan pengalaman dengan menggunakan metode bermain peran

2.    Secara Praktis
a.    Untuk guru:
Memperbaiki
pembelajaran bagi guru dalam upaya meningkatkan kemampuan berbicara
peserta didik memerankan tokoh drama dengan menggunakan metode bermain
peran di Kelas V MIS. Sindangraja Kecamatan Jamanis Kabupaten
Tasikmalaya.

b.    Untuk peserta didik:

  1. Meningkatkan kemampuan peran aktif peserta didik dalam kegiatan pembelajaran berbicara
  2. Peserta
    didik dapat lebih berani mengungkapkan kata-kata yang benar dan percaya
    diri dalam memerankan tokoh drama dengan menggunakan metode bermain
    peran 

c.    Untuk sekolah:
Tercapainya
mutu pendidikan yang baik dan terlaksananya pengelolaan pendidikan
untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam kemampuan berbicara
pada pelajaran bahasa Indonesia di Kelas V MIS. Sindangraja Kecamatan
Jamanis Kabupaten Tasikmalaya.

H.    LANDASAN TEORI
1.     Hakikat Bermain Peran
Istilah
bermain peran mempunyai empat pengertian, yaitu (1) sesuatu yang
bersifat sandiwara di mana pemain memainkan peran tertentu sesuai dengan
lakon yang sudah ditulis dan memainkannya untuk tujuan hiburan; (2)
sesuatu yang bersifat sosiologis atau pola-pola perilaku yang ditentukan
oleh norma-norma sosial; (3) suatu perilaku tiruan atau tipuan di mana
seseorang berusaha memperbodoh orang lain dengan jalan berperilaku
berlawanan dengan apa yang sebenarnya diharapkan, dirasakan, atau
diinginkan; dan (4) sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan di mana
individu memerankan situasi yang imajinatif dengan tujuan untuk membantu
tercapainya pemahaman diri sendiri, meningkatkan keterampilan,
menunjukkan perilaku kepada orang lain bagaimana perilaku seseorang atau
bagaimana seseorang harus bertingkahlaku. Corsini (dalam Tatiek, 2001 :
99).

Sedangkan menurut Bennet, dalam Tatiek (2001 : 99)
mengemukakan bahwa bermain peran adalah suatu alat belajar yang
mengembangkan keterampilan-keterampilan dan pengertian-pengertian
mengenai hubungan antar manusia dengan jalan memerankan situasi-situasi
yang paralel dengan yang terjadi dalam kehidupan yang sebenarnya.

Corsini,
dalam Tatiek (2001 : 99) menyatakan bahwa bermain peran dapat digunakan
sebagai : (a) alat untuk mendiagnosis dan mengerti seseorang dengan
cara mengamati perilakunya waktu memerankan dengan spontan
situasi-situasi atau kejadian-kejadian yang terjadi dalam kehidupan
sebenarnya; (b) media pengajaran, melalui proses “modeling” anggota
dapat lebih efektif melalui keterampilan-keterampilan antar pribadi
dengan mengamati berbagai macam cara dalam memecahkan masalah; dan (c)
metode latihan untuk melatih keterampilan-keterampilan tertentu melalui
keterlibatan secara aktif dalam proses bermain peran.

Dari
sekian banyak pengertian bermain peran, dapat disimpulkan bahwa bermain
peran adalah suatu kegiatan yang di dalamnya melakukan
perbuatan-perbuatan yaitu gerakan-gerakan wajah (ekspresi) sesuai dengan
apa yang diceritakan.

Namun yang penting untuk diingat bahwa
bermain peran yang dikembangkan di Sekolah Dasar adalah kegiatan sebagai
media bermain peran.

Kemampuan berperan di sini meliputi
kemampuan menghayati emosi, kesukaan, kesedihan, dan kebiasaan-kebiasaan
lain dari tokoh yang diperankan. Kemudian penghayatan terhadap mimik,
gerak tubuh,intonasi suara yang dimiliki tokoh tersebut.

2.      Langkah-langkah Bermain Peran
Dalam bermain peran langkah-langkah yang harus ditempuh yaitu ada empat langkah sebagai berikut menurut Hesti dkk, (2004) :

  1. Membacakan
    naskah drama atau percakapan dengan intonasi jeda, lafal, dan volume
    suara yang sesuai. Kalimat-kalimat dalam kurung tidak perlu dibaca,
    karena kalimat-kalimat tersebut merupakan petunjuk laku.
  2. Menentukan watak tokoh dan ekspresi yang tepat untuk memerankan tokoh tersebut.
  3. Berlatih berulang-ulang sampai betul-betul dapat memerankan tokoh dengan baik.
  4. Menggunakan perlengkapan panggung dan kostum yang sesuai agar percakapan yang diperankan lebih hidup.

Apabila
hal-hal di atas dapat dilakukan dengan baik dan sungguh-sungguh, maka
secara otomatis akan menjadikan hidupnya percakapan karena dilakukan
oleh anak-anak yang aktif dan kreatif sesuai dengan watak tokoh
masing-masing.

3.      Metode Bermain Peran
Metode bermain
peran atau teknik pengajaran adalah suatu cara penguasaan pelajaran
kegiatan pengembangan imajinasi penghayatan suatu tokoh tertentu.
Tarigan dkk (1991 : 389). Teknik bermain peran sangat baik dalam
mendidik peserta didik untuk menggunakan ragam-ragam bahasa.

Bermain
peran dapat dilakukan dalam berbagai macam peranan. Seseorang dapat
memerankan berbagai peran dalam satu harinya, misalnya sebagai seorang
ibu, istri, teman, kepala sekolah, penjual, pembeli, dan sebagainya.
Pada setiap peranan tersebut seorang anak harus dapat berperilaku sesuai
dengan peran yang dilakukannya. Cara anak berperilaku pada setiap
peranan tersebut bergantung pada status atau posisinya dengan pasangan
perannya. Jadi, perilaku ibu kepada anaknya berbeda dengan perilakunya
terhadap suaminya dan berbeda pula dengan perilakunya terhadap
bawahannya di sekolah.

Cara berbicara orang tua tentu berbeda
dengan cara berbicara anak muda, cara berbicara pembeli berbeda dengan
cara berbicara penjual. Fungsi dan peranan seseorang menuntut cara
berbicara atau berbahasa tertentu pula. (Tarigan dkk 1991 : 389).

Dalam
bermain peran, peserta didik bertindak, berlaku, dan berbahasa sesuai
dengan peranan tokoh yang diperankannya. Misalnya sebagai guru, polisi,
hakim, dokter, pedagang, dan sebagainya. Setiap tokoh tertentu menuntut
karakteristik tertentu pula. Dengan kata lain kepribadian seseorang
adalah keseluruhan peranan yang diperankannya dalam kehidupan
sehari-hari di lingkungan keluarga, masyarakat, dan pekerjaan sekalipun.
Seseorang dapat dikatakan mempunyai penyesuaian diri yang baik apabila
dapat berperilaku sesuai dengan peranan yang dimilikinya baik sebagai
individu maupun makhluk sosial.

4.      Manfaat Bermain Peran.
Manfaat bermain peran, seperti dikemukakan oleh Wiriawan (dalam Julaeha, 2009:17) adalah sebagai berikut:

  1. Mengembangkan kreatifitas peserta didik (dengan peran yang dimainkan peserta didik dapat berpantasi)
  2. Memupuk kerjasama antara peserta didik.
  3. Menumbuhkan bakat peserta didik dalam seni drama
  4. peserta didik lebih memperhatikan pelajaran karena menghayati sendiri.
  5. Memupuk keberanian berpendapat di depan kelas.

Selanjutnya Dhieni (dalam Julaeha, 2009:17) mengemukakan manfaat bermain peran bagi peserta didik adalah sebagai berikut:

  1. Menyalurkan ekspresi anak-anak kedalaman kegiatan yang menyenangkan.
  2. Mendorong aktivitas, inisiatif dan kreatifitas anak sehingga dapat berpartisipasi dalam pembelajaran
  3. Memahami isi cerita karena mereka ikut memainkan atau memerankan.
  4. Menghilangkan perasaan malu, rendah diri, kesengsaraan dan kemurungan pada anak.
  5. Mengajar
    anak saling membantu dan bekerja sama dalam bermain peran serta
    meningkatkan perasaan saling percaya dan toleransi kepada kesanggupan
    orang lain.

Sesecara garis besar,manfaat bermain peran adalah mampu meningkatkan bakat minat peserta didik dalam belajar.

5.      Hakikat Berbicara
“Berbicara
secara umum dapat diartikan sebagai suatu penyampaian maksud (ide,
pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa
lisan sehingga maksud tersebut dipahami oleh orang lain”. (Zamzani dan
Haryadi, 1996: 54). Pengertian secara khusus banyak dikemukakan oleh
para pakar seperti Tarigan (dalam Zamzani dan Haryadi, 1996 : 54)
mengemukakan “Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi artikulasi
atau kata-kata untuk mengekspresikan menyatakan pikiran, gagasan dan
perasaan”.

“Berbicara pada hakikatnya merupakan proses
komunikasi, sebab di dalamnya terjadi pemindahan pesan dari suatu sumber
ke tempat lain”. (Zamzani dan Haryadi, 1996 : 54). Berbicara merupakan
bentuk perilaku yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis,
semantik, dan linguistik. Pada saat berbicara orang memanfaatkan faktor
fisik yaitu alat ucap untuk menghasilkan bunyi bahasa. Bahkan organ
tubuh lain seperti kepala, tangan, dan roman muka dimanfaatkan dalam
berbicara. Faktor psikologis memberikan andil yang cukup besar terhadap
kelancaran berbicara. Stabilitas emosi misalnya, tidak hanya berpengaruh
pada kualitas suara yang dihasilkan oleh alat ucap, tetapi berpengaruh
juga terhadap keruntutan bahan pembicaraan. Berbicara tidak lepas dari
faktor neurologis yaitu jaringan syaraf neuron yang menghubungkan otak
kecil dan mulut, telinga, dan organ tubuh lain yang ikut dalam aktivitas
berbicara. Demikian pula faktor semantik yang berhubungan dengan makna
serta faktor linguistik yang berhubungan dengan struktur bahasa yang
selalu berperan dalam kegiatan berbicara. Bunyi yang dihasilkan alat
ucap kata-katanya harus disusun agar menjadi lebih bermakna. (Zamzani
dan Haryadi, 1996 : 56). Selanjutnya menurut Stewart dan Kenner Zimmer
(dalam Zamzani dan Haryadi, 1996 : 56) memandang kebutuhan akan
komunikasi yang efektif dianggap suatu yang esensial untuk mencapai
keberhasilan setiap individu maupun kelompok.

Berbicara merupakan
hal mudah namun bukanlah hal sepele, akan tetapi berbicara dengan
memperhatikan langkah-langkah berbicara itu yang dianggap mudah dan
baik.

“Berbicara merupakan cara berkomunikasi bagi manusia
sebagai makhluk sosial yaitu suatu tindakan saling menukar pengalaman,
saling mengemukakan dan menerima pikiran, saling mengutarakan perasaan
dan mengekspresikannya”. (Tarigan, 1984 : 67). Oleh karena itu dalam
tindakan sosial suatu masyarakat dalam menghubungkan sesama anggota
masyarakat tersebut diperlukan komunikasi. Pengajaran berbicara perlu
memperhatikan dua faktor yang mendukung ke arah tercapainya pembicaraan
yang efektif yaitu (1) faktor kebahasaan seperti ; (a). pelafalan bunyi
bahasa, (b). penggunaan intonasi, (c). pemilihan kata dan ungkapan, (d).
penyesuaian kalimat paragraf. Sementara faktor yang ke(2) yaitu faktor
non kebahasaan meliputi ; (a). ketenangan dan kegairahan, (b).
keterbukaan, (c). keintiman, (d). isyarat non verbal, dan (e). topik
pembicaraan. (Haryadi dan Zamzani, 1996 : 61).

Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah kegiatan berkomunikasi secara
lisan yang di dalamnya berisi penyampaian pesan dari sumbernya ke tempat
lain dan kadang kala disertai gerak serta mimik (ekspresi) sesuai
dengan apa yang dibicarakan oleh pembicara.

6.      Langkah-langkah Berbicara
Keterampilan
berbicara di depan khalayak ramai (public speaking) tidak akan muncul
begitu saja pada diri seseorang. Keterampilan diperoleh setelah melalui
berbagai latihan dan praktek penggunaannya. Karena itulah para ahli
banyak menaruh perhatian terhadap upaya membina dan mengembangkan
keterampilan berbicara.

Enhinger, dkk (dalam Tarigan, 1991 : 195)
mengajukan delapan langkah dalam berbicara yaitu ; (a) menyeleksi dan
memusatkan pembicaraan, (b) menentukan tujuan khusus pembicaraan, (c)
menganalisis pendengar dan situasi, (d) mengumpulkan materi pembicaraan,
(e) menyusun kerangka dasar pembicaraan, (f) mengembangkan kerangka
dasar, (g) berlatih dengan suara keras, jelas, dan lancar, (h)
menyajikan pembicaraan.

Keraf (dalam Tarigan, 1991 : 195)
mengusulkan tujuh langkah dalam berbicara. Ke tujuh langkah tersebut
yaitu : (a) menentukan maksud, (b) menganalisis pendengar dan situasi,
(c) memilih dan menyempitkan topik, (d) mengumpulkan bahan, (e) membuat
kerangka uraian, (f) menguraikan secara mendetail, dan (g) berlatih
dengan suara nyaring.

Selanjutnya Wainright (dalam Tarigan, 1991 : 196) menyarankan enam langkah dalam berbicara :

a)      Memilih topik
Dalam berbicara haruslah memilih topik yang sesuai dengan permintaan atau tuntutan di mana kita akan tampil sebagai pembicara.

b)      Menguasai dan menguji topik
Topik
yang dipilih sesuai dengan tuntutan keadaan dan harus dipahami,
dimengerti, dan dikuasai oleh pembicara. Kemudian topik dikaji dan diuji
dari berbagai sudut pandang.

c)      Memahami pendengar dan situasi
Sebelum
pembicaraan berlangsung, pembicara harus menganalisis latar belakang
pendengar dan situasi seperti minat, kebiasaan, usia, harapan, jenis
kelamin, tingkat kemampuan, pekerjaan, ruangan, tempat, lokasi, suasana
lingkungan (tenang, bising), waktu (pagi, siang, sore, malam), dan
sarana (pengeras suara, penerangan), dan sebagainya.

d)     Menyusun kerangka
Berdasarkan
topik yang telah dipilih, susunlah kerangka pembicaraan. Kerangka
pembicaraan yang tersusun baik sangat bermanfaat bagi pembicara sendiri
dan juga pendengar. Bagi pembicara kerangka berfungsi sebagai pedoman,
penuntun arah mengisi pembicaraan. Sedangkan bagi pendengar, kerangka
berfungsi sebagai sarana memudahkan mengikuti dan memahami isi
pembicaraan.

e)      Mengujicobakan
Apabila kerangka
pembicaraan sudah tersusun dengan baik, maka perlu diujicobakan.
Pertama, mengundang beberapa teman dan bila telah selesai mintalah
teman-teman untuk mengkritik penampilan. Kedua, rekamlah pembicaraan
sebagai balikan paling lengkap yakni memutar kembali pembicaraan yang
diambil pada waktu permainan berlangsung. Ketiga, berbicara di depan
cermin dan amatilah penampilan dalam cerita tersebut.

f)      
Menyajikan pesan, pembicaraan harus berpedoman pada butir-butir
pembicaraan. Biasanya pembicaraan menggunakan kartu kecil, sehingga
pembicaraan dapat menguraikan satu persatu secara wajar, tidak
berlebih-lebihan apalagi dibuat-buat.

Dalam berbicara hendaknya
menggunakan bahasa yang sederhana sesuai taraf kemampuan pendengar.
Aturlah suasana agar tidak terlalu formal, sekali-kali dapat diselipkan
humor dalam pembicaraan agar pendengar lebih bergairah.

 I.       HIPOTESIS TINDAKAN
Penggunaan
metode bermain peran dapat meningkatkan kemampuan berbicara peserta
didik Kelas V MIS. Sindangraja Kecamatan Jamanis Kabupaten Tasikmalaya.

 J.      RENCANA DAN PROSEDUR PENELITIAN
1.      Setting Penelitian

  • PTK ini dilaksanakan di Kelas V MIS. Sindangraja
  • PTK ini akan dilaksanakan pada awal semester genap tahun pelajaran 2014/2015
  • PTK
    ini dilaksanakan dalam tiga siklus untuk meningkatkan kemampuan
    berbicara dan prestasi peserta didik dalam mengikuti pembelajaran bahasa
    Indonesia melalui metode bermain peran

2.      Persiapan
Dalam
persiapan PTK ini, peneliti menjelaskan standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang akan dijadikan sasaran penelitian. Peneliti juga
menjelaskan instrument-instrumen penelitian yang akan digunakan seperti
silabus, RPP, lembar observasi, lembar evaluasi, dan LKS.

3.      Subjek Penelitian
Subjek
penelitian tindakan kelas ini adalah peserta didik kelas V MIS.
Sindangraja yang berjumlah 36 orang yang terdiri dari 19 peserta didik
perempuan dan 17 peserta didik laki-laki.

4.      Instrument dan Teknik Penelitian
Teknik
pelaksanaan tindakan penelitian terdiri atas empat kegiatan, yaitu
perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Adapun PTK yang
digunakan adalah mengacu pada model yang dikembangkan oleh Kemmis dan
Mc. Taggart, yaitu kegiatan tindakan dan observasi dilaksanakan secara
serempak.

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam tindakan penelitian ini adalah :
a.       Tes tertulis atau tulisan
Tes
tertulis dilakukan pada awal dan akhir pembelajaran. Tes yang dilakukan
pada awal pembelajaran disebut pritest dengan tujuan untuk mengetahui
konsepsi awal pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran
sebelum dilakukan tindakan, sedangkan tes yang dilakukan di akhir
pembelajaran disebut postest dengan tujuan untuk mengetahui pemahaman
peserta didik terhadap materi pembelajaran setelah dilakukan tindakan

b.      Observasi
Observasi
dalam kegiatan belajar mengajar, dilakukan dengan tujuan untuk
memperoleh gambaran, baik bersifat umum, maupun khusus yang berkenaan
dengan aspek-aspek proses pendekatan yang dikembangkan. Aspek yang di
observasi diantaranya ialah aktifitas peserta didik dalam belajar dan
aktifitas guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran.

5.      Analisis Data

  • Teknik observasi, instrumennya berupa lembar pengamatan. Instrument untuk kinerja peserta didik dan kinerja guru.
  • Teknik tes, instrumennya berupa lembar soal.

Analisis
data hasil penelitian menggunakan teknik analisis deskriptif
kualitatif. Analisis dilakukan pada setiap siklus pembelajaran dengan
menggunakan tahapan sebagai berikut :

  • Pengumpulan
    data hasil Penelitian Tindakan Kelas tentang kinerja guru dan kinerja
    peserta didik dalam peningkatan kemampuan berbicara peserta didik
    tentang memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang
    tepat melalui penggunaan metode bermain peran dalam pembelajaran bahasa
    Indonesia di Kelas V MIS. Sindangraja Kecamatan Jamanis Kabupaten
    Tasikmalaya.
  • Pengelompokkan
    data, yaitu kinerja peserta didik, kinerja guru, dan peningkatan
    kemampuan berbicara peserta didik dalam memerankan tokoh drama dengan
    lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat melalui penggunaan metode
    bermain peran dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Kelas V MIS.
    Sindangraja Kecamatan Jamanis Kabupaten Tasikmalaya.
  • Interpretasi
    dan refleksi data, berdasarkan tingkat pencapaian misalnya : baik
    (66,67 – 100%), sedang (33,34 – 66,66%), atau kurang (0% – 33,33%).
  • Rekomendasi
    dan tindak lanjut ditentukan berdasarkan hasil refleksi data, apakah
    perlu atau tidak diadakan siklus pembelajaran berikutnya.

6.      Prosedur PTK
Prosedur
PTK meliputi perencanaan tindakan (planning), penerapan tindakan
(action), mengobservasi dan mengevaluasi proses dan hasil tindakan
(observation and evaluation), dan melakukan refleksi (reflecting), dan
seterusnya sampai perbaikan atau peningkatan yang diharapkan tercapai –
CONTOH PROPOSAL PTK YANG BAIK DAN BENAR

DAFTAR PUSTAKA
BNSP. (2006). Standar Isi 2006. Jakarta: Depdikbud.
Gintings, Abdorrakhman. 2008. Esensi Praktis Belajar & Pembelajaran. Bandung: Humaniora.
Iskandar, dan Mukhtar. 2010. Desain Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta : Gaung Persada Press.
Julaeha,
D. (2009). Penggunaan Metode Bermain Peran Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa dalam Pembelajaran  IPS. S1 PGSD UPI Kampus Tasikmalaya:
Tidak diterbitkan.
Junaedi. Dkk. 2009. Strategi Pembelajaran. Surabaya : Aprinta.
Sumiati, dan Asra. 2007. Metode Pembelajaran. Bandung : CV. Wacana Prima.
Tarigan, (1984). Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa
Uno, Hamzah B. 2009. Model Pembelajaran : Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta : Bumi Aksara.
———-, (1991). Materi Pokok Pendidikan Bahasa Indonesia I. Buku Modul Jakarta: Depdikbud.
Wiraatmadja, R. (2006). Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosda Karya Offset.