MAKALAH AGAMA ISLAM AQIDAH TAUHID

MAKALAH AGAMA ISLAM AQIDAH TAUHID

ABSTRAK
Makalah ini menjelaskan tentang aqidah, dan dimulai dengan pengertian aqidah, hakikat  aqidah . Selain itu diterangkan juga pembagian aqidah , sebab-sebab  penyimpangan aqidah dan solusi atas penyimpangannya. Dijelaskan dalam makalah ini bahwa aqidah itu merupakan sesuatu kebenaran yang diyakini dalam hati berdasarkan dalil, wahyu (al-Qur`an as-Sunnah) yang berakibat dengannya dapat mengendalikan perasaan seseorang yang kemudian membuat pemilik perasaan-perasaan itu mampu mempertimbangkan dengan penuh ketelitian dalam melakukan tindakan-tindakannya. Sehingga apa yang dilakukan adalah perbuatan yang berdasarkan pada akidah atau keimanan bahwa Allah subhanahuwata`ala melihat dan mengawasi kita di mana saja dan kapan saja.

Nilai-nilai aqidah dalam kehidupan antara lain adalah nilai keyakinan dan nilai ketaatan, sementara aqidah itu memiliki peranan besar dalam kehidupan, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, bermasyarakat, beragama dan bernegara . Selain juga di jelaskan bahwa akidah itu adalah keimanan, dan ia merupakan syarat ditolak atau di terimanay suatu amal ibadah, jadi iman merupakan dasar atau pondasi bagi seluruh amal perbuatan, demikian seorang itu akan tahu akan penting dan urgennya untuk mengetahui dan memahami dengan ilmu yang benar tentang akidah atau keimanan.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar belakang
Manusia pada awalnya diciptakan oleh dalam keadan fitrah, lurus dan bertauhid,  kemudian syaitan menggelincirkannya, , artinya syaitan akan senantiasa berusaha  menyesatkan mereka  dari jalan yang lurus, dan memang Allah jadikan syaitan sebagai ujian bagi anak cucu Adam , sehingga jadilah manusia sangat sedikit yang bersyukur.  Oleh karena itu, manusia harus memiliki sesuatu yang dapat menjadi pegangan dalam menjalani kehidupannya di dunia. Kalau di tanyakan, apa yang dijadikan sebagai pegangan hidup bagi manusia? Terutama mereka yang mukmin  atau muslim? Maka  Jawabannya adalah  aqidah yang benar, yang hal itu  pada hakekatnya sangatlah diperlukan dalam kehidupan seorang hamba , bahkan melebihi kebutuhan akan makan dan minum, sehingga dalam menjalanin kehidupan tidak berjalan seperti layaknya kehidupan dizaman jahiliyah.

Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim adalah aqidah yang lurus dan benar, karena akhlak adalah buah dari  aqidah , sehingga dapat dikatakan bahwa aqidah yang rusak akan tergambar pada aklak dan tingkah laku yang buruk, atau aklak dan tingkah laku yang buruk adalah pancaran dari aqidah yang rusak pula.  Aqidah seseorang akan benar dan lurus jika kepercayaan dan keyakinannya terhadap Allah, MalaikatNya, kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, hari Akhir dan Keimanannya kepada Taqdir Allah  juga lurus dan benar.

Oleh karena begitu sangat urgennya pembahasan tentang aqidah inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengulas sedikit tentang aqidah dalam kehidupan.

1.2    Rumusan Masalah
Untuk mengkaji dan mengulas tentang aqidah dalam kehidupan, maka diperlukan subpokok bahasan yang saling berhubungan, sehingga penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:

  1.     Apa pengertian dan hakikat aqidah?
  2.     Apa pembagian aqidah (tauhid) itu?
  3.     Apa saja yang menjadi penyebab terjadinya penyimpangan dalam aqidah?
  4.     Bagaimana cara menanggulangi penyimpangan dalam aqidah  ?


1.3    Tujuan dan Manfaat  Penulisan
Dari rumusan masaah di atas maka kita dapat mengambil tujuan sebagai berikut

  1.     Untuk mengetahui pengertian dari aqidah
  2.     Untuk mengetahui pembagian aqidah (tauhid)
  3.     Untuk mengetahui sebab-sebab penyimpangan akidah
  4.     Untuk mengetahui cara-cara menanggulangi penyimpangan akidah

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan penulis dan pembaca tentang aqidah dalam kehidupan dan dapat diimplementasikan dalan kehidupan.

1.4    Metode Penulisan
Penulis memakai metode studi literatur dan kepustakaan dalam penulisan makalah ini. Referensi makalah ini bersumber tidak hanya dari buku, tetapi juga dari media media lain seperti e-book, web, blog, dan perangkat media massa yang diambil dari internet.

1.5    Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun menjadi tiga bab, yaitu bab pendahuluan, bab pembahasan, dan bab penutup. Adapun bab pendahuluan terbagi atas : latar belakang, rumusan makalah, tujuan dan manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Sedangkan bab pembahasan dibagi berdasarkan subbab yang berkaitan dengan pengertian dan  hakikat aqidah, pembagian aqidah (tauhid), sebab-sebab penyimpangan akidah  dan cara-cara menanggulanginya. Terakhir, bab penutup terdiri atas kesimpulan.

BAB II
RUANG LINGKUP AJARAN ISLAM – AKIDAH (Tauhid)

Aqidah yang benar dan lurus merupakan sumber persepsi dan pemikiran. Bahkan ia merupakan syarat  diterima dan ditolaknya amal ibadah seseorang, aqidah juga merupakan alat pemersatu dan pemererat  tali persaudaraan antara sesama muslim atau ia adalah  asas hukum dan syari’at, dan merupakan sumber keutamaan dan akhlaq. Bahkan dengan modal aqidah  yang benarlah telah lahir para mujahid (para pejuang) di medan jihad.

2.1 Pengertian dan Hakikat Akidah
2.1.1 Pengertian Akidah
2.1.1.1. Menurut bahasa (etimology)

.           Aqidah berasal dari perkataan bahasa Arab yaitu اَلْعَقِيْدَةُ kata dasar al-aqd yaitu al-Rabith (ikatan), al-Ibram(pengesahan), al-Ahkam (penguatan), al-Tawutsiq (menjadi kokoh, kuat), al-syadd bi quwwah (pengikatan dengan kuat), dan al-Itsbat(penetapan).

Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu.

2.1.1.2. Sedangkan menurut istilah (terminologi)

            Aqidah yaitu iman kepada Allah, para MalaikatNya, Kitab-kitabNya, para RasulNya dan Kepada Hari Akhir serta kepada qadar yang baik mapun yang buruk. Hal ini disebut juga sebagai rukun iman.

            Sedangkan akidah menurut istilah  secara umum yaitu keimanan yang pasti kepada Allah dan apa saja yang wajib diimani dalam hal rububiyah, uluhiyah,serta nama-nama dan sifat-sifatNYa, iman kepada para malaikat, kitab-kitab , para rasulNya, hari kiamat dan iman kepada takdir Allah yang baik ataupun yang buruk dan beriman dengan apa saja yang datang dari nash Al-Quran dan As-Sunnah yang sahih dari perkara dasar-dasar agama , hal yang berkaitan dengan perkara yang gaib yang diberitakannya, serta apa saja yang telah di sepakati oleh para salafus Sholeh.

            Dengan demikian pengertian aqidah tidak keluar dari pengertian Iman menurut istilah, sebagaimana  pertanyaan malaikat Jibril kepada Rasulullah.

2.1.2. Hakekat Akidah

          Sesungguhnya seseorang akan benar akidah bila imannya lurus, sehingga itu menjadi syarat diterima atau tidaknya amal ibadahnya. Dapat  dikatakan seorang itu benar dan lurus akidahnya jika benar dan lurus keimanannya. Artinya berilmunya seseorang tentang rukun iman yang enam dan dia realisasikan dalam kehidupan, maka dapat dikatakan bahwa akidahnya sudah benar dan lurus, betu juga sebaliknya.

            Sudah menjadi hal yang tidak dapat di pungkiri bahwa iman itu dibarengi oleh keilmuan dan amaliyah.

            Dengan demikian benar apa yang disebutkan oleh Allah bahwa setiap manusia itu berada dalam kerugian, kecuali orang yang beriman (dengan ilmu) dan beramal kebajikan, nasehat-menasehati dalam kebenaran dan nasehat-menasehati dalam kesabaran, sebagai terdapat dalam surat al-Ashr.

Sementara imam A-Bukhari menyebtkan dalam kitab shahihnya dalam bab “Al-Ilmu qablal qaul wal amal”, (dalam pembahasan kewajiban berilmu sebelym berkata dan berbuat) artinya perintah untuk berilmu dulu baru setelah itu berkata dan berbuat.

            Ini semua menunjukkan bahwa akidah atau keyakinan seseorang adalah keimanannya itu sendiri, sehingga tidak dapat dipisahkan sebaimana dua belah mata keeping logam.

            Maka dapat disimpulkan akidah seseorang itu adalah keimanannya terhadap rukun iman; (beriman kepada Allah, MalaikatNYa, Kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, kepada hari Kiamat dan kepada taqdir baik dan buruk).

2.1.2.1. Urgensi Akidah Sebagai Landasan Agama
Syariat terbagi dua : i`tiqadiyah dan amaliyah.
I`tiqadiyah adalah hal-hal yang tidak berhubungan dengan tata cara amal. Seperti i`tiqad (kepercayaan) terhadap rububiyah Allah dan kewajiban beribadah kepadaNya, juga i`tiqad terhadap  rukun-rukun iman yang lain. Hal ini disebut ashliyah (pokok agama)

Sedang amaliyah adalah segala yang berhubungan  dengan tata cara amal, seperti shalat, zakat, puasa dan seluruh hokum-hukum amaliyah. Bagian ini disebut far`iyah (cabang agama), karena ia dibangun din atas i`tiqadiyah. Dan rusaknya amaliyah tergantung dari benar dan rusaknya i`tiqadiyah.

Maka aqidah yang benar adalah fundamen bagi bangunan agama serta merupakan syarat sahnya amal.

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا (110)

18:110. Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Allah Yang Maha Mengetahui”. Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya”.

Ayat-ayat di atas dan yang senada, yang jumlahnya banyak, menunjukkan bahwa segala amal tidak diterima jika tidak bersih dari syirik. Karena itulah perhatian Nabi yang pertama kali adalah pelurusan aqidah. Dan hal pertama yang didakwahkan para rasul kepada umatnya adalah menyembah Allah semata dan meninggalkan segala yang dituhankan selain Dia.

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

16:36. Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu.

Pernyataan terebut diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shalih, Syu`aib dan seluruh rasul. Selama 13 tahun di Makkah-sesudah bi`tsh-Nabi mengajak manusia kepada tauhid dan pelurusan akidah, karena hal itu merupakan landasan bangunan Islam. Para da`i dan para pelurus agama dalam setiap masa telah mengikuti jejak para rasul dalam berdakwa. Sehingga mereka memulai dengan dakwah kepada tauhid dan pelurusan akidah, setelah itu mereka mengajak seluruh perintah agama yang lain.

2.1.2.2. Sumber-sumber Aqidah Yang Benar dan Manhaj Salaf Dalam Mengambil Akidah

            Aqidah adalah rauqifiyah. Artinya, tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar`i, tidak ada medan ijtihad dan berpendapat di dalamnya terbatas kepada apa yang ada di dalam al-Quran dan as-Sunnah. Sebab tidak seorang pun yang lebih mengetahui tentang Allah, tentang apa-apa yang wajib bagiNya dan apa yang harus disucikan dariNya melainkan Allah sendiri. Dan tidak seorangpun sesudah  Allah yang lebih mengetahui tentang Allah selain Rasulullah. Oleh karena itu manhaj as-salaf ash-shalih dan para pengikutnya dalam mengambil akidah, terbatas pada al-Qur`an dan as-Sunnah.

            Maka segala yang ditunjukkan oleh al-Qur`an dan as-Sunnah tentang hak Allah, mereka mengimani, menyakini dan mengamalkannya, sedang apa yang tidak ditunjukkan oleh al-Qur`an dan as-Sunnah, mereka menolak dan menafikannya dari Allah. Karena itu, tidak ada pertentangan di antara mereka di dalam i`tiqad. Bahkan aqidah mereka adalah satu dan jamaah mereka juga satu. Karena Allah sudah menjamin orang yang berpegang teguh dengan al-Qur`an dan as-Sunnah RasulNya dengan kesatuan kata, kebenaran akidah dan kesatuan manhaj.

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا

3:103. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,

فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى

20:123. Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.

Karena itulah mereka dinamakan firqah najiyah  (golongan yang selamat). Sebab Rasulullah telah bersaksi bahwa merekalah yang selamat, ketika memberitahukan bahwa  umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan yang kesemuanya di neraka, kecuali satu golongan . Ketika ditanya tentang yang satu itu, beliau menjawab,

افْتَرَقَتْ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً فَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَافْتَرَقَتْ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً فَإِحْدَى وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَتَفْتَرِقَنَّ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ هُمْ قَالَ الْجَمَاعَةُ

Sunan Ibnu Majah 3982: Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin ‘Utsman bin Sa’id bin Katsir bin Dinar Al Himshi telah menceritakan kepada kami ‘Abbad bin Yusuf telah menceritakan kepada kami Shafwan bin ‘Amru dari Rasyid bin Sa’d dari ‘Auf bin Malik dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Orang-orang Yahudi akan terpecah menjadi tujuh puluh satu golongan, satu golongan akan masuk surga dan yang tujuh puluh golongan akan masuk neraka. Dan orang-orang Nashrani terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan, yang tujuh puluh satu golongan masuk neraka dan yang satu golongan akan masuk surga. Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada ditangan-Nya, sungguh ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, yang satu golongan masuk surga dan yang tujuh puluh dua golongan akan masuk neraka.” Lalu beliau ditanya, “Wahai Rasulullah, siapakah mereka (yang masuk surga)?” beliau mennjawab: “Yaitu Al Jama’ah.”

2.1.2.3. Pembagian aqidah (tauhid)
Secara umum bahwa  pembagian aqidah  atau tauhid itu ada dua:

  1. Tauhidullah
  2. Tauhidurrasul

Adapun tauhidullah maksudnya adalah mengesakan Allah dalam hal rububiyah, uluhiyah serta nama-nama dan sifat-sifatNya. Sedangkan tauhid rububiyah adalah mengesakan Allah dalam hal penciptaan, artinya Allahlah yang satu-satunya Maha Pencipta seluruh alam semesta, tauhid uluhiya artinya mengesakan Allah dalam hal peribadatan, maksudnya semua dari macam ibadah wajib ditujukan dan diniatkan hanya untukNya tidak berbuat syirik. Tauhid nama dan sifatNya artinya mengesakan Allah dalam hal nama dan sifatNya, maksudnya mensucikan Allah  pada nama dan sifat yang tidak layak bagi Allah, dan tidak menyerupakanNya dengan sesuatu apapun.

Adapun tauhidurrasul maksudnya mengesakan rasulullah dalam hal ketundukan, ketaatan, kepasrahan terhadap apa saja yang dia bawa, dalam arti kita tidak butuh kepada syariat selain ajaran yang dituntunkan dan diajarkan oleh Rasulullah, sehingga kita wajib melaksanakan apa saja yang diperintahkannya dan menajauhi apa saja yang dilarangnya, membernarkan dari apa-apa yang di beritakannya baik yang berkenaan masa lalu, sedang terjadi, yang akan dating maupun yang berkaitan tentang hari kemudian serta kita tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang telah ia syariatkan dalam sunnah-sunnahnya.

2.1.2.4. Sebab-sebab Penyimpangan Aqidah 
Penyimpangan dari aqidah yang benar adalah kehancuran dan kesesatan. Karena akidah yang benar merupakan motivator ulama bagi amal yang bermanfaat.

Tanpa akidah yang benar, sesorang akan menjadi mangsa bagi persangkaan dan keragu-raguan yang lama-kelamaan mungkin menumpuk dan menghalangi dari pandangan yang benar terhadap jalan hidup kebahagiaan, sehingga hidupnya terasa sempit lalu ia ingin terbebas dari kesempitan tersebut dengan menyudahi hidup, sekalipun dengan bunuh diri, sebagaimana yang terjadi pada banyak orang yang telah kehilangan hidayah akidah yang benar. Masyarakat yang tidak dipimpin oleh aqidah yang benar merupakan masyarakat bahami (hewani) tidak memiliki prinsip-prinsip hidup bahagia, sekalipun bergelimang materi tetapi terkadang justru sering menyeret mereka pada kehancuran, sebagaimana yang kita lihat pada masyarakat jahiliyah. Karena sesungguhnya kekayaan materi memerlukan taujih (pengarahan) dalam penggunaannya, dan tidak ada pemberi arahan yang benar kecuali akidah shahihah.

Maka kekuatan akidah tidak boleh dipisahkan dari kekuatan madiyah (materi). Jika hal itu dilakukan dengan menyeleweng kepada akidah batil, maka kekuatan materi akan berubah menjadi sarana pengahncur dan alat perusak, seperti yang terjadi di Negara-negara kafir yang memiliki materi, tetapi tidak memiliki akidah shahihah.

Baca Juga:

Tulisan Bismillah Arab dan Artinya

 
Sebab-sebab penyimpangan dari akidah shahihah yang harus kita ketahui:

1)    Kebodohan terhadap aqidah shahihah.
Karena tidak mau (enggan) mempelajari dan mengajarkannya, atau karena kurangnya perhatian terhadapnya, sehingga tumbuh suatau generasi yang tidak mengenal akidah shahihah dan juga tidak mengetahui lawan atau kebalikannya. Akibatnya, mereka menyakini yang haq sebagai sesuatu yang batil dan yang batil dianggap sebagai yang haq.

Sebagaimana yang yang pernah dikatakan oleh Umar..

ويروي عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه انه قال : إنما تنقض عرى الإسلام عروة عروة إذا نشأ في الإسلام من لا يعرف الجاهلية

“Sesungguhnya ikatan simpul Islam akan pudar satu demi satu, manakala didalam Islam terdapat orang yang tumbuh tanpa mengenal kejahilan”

2)    Ta`ashushub (fanatik) kepada susuatu yang diwarisi dari bapak dan nenek moyangnya, sekalipun hal itu batil, mencampakkan apa yang menyalahinya, sekalipun itu benar.

Sebagaimana yang difirmankan Allah :

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آَبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آَبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ

2:170. Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk?”

3)    Taklid buta, dengan mengambil pendapat manusia dalam masalah akidah tanpa mengetahui dalilnya dan tanpa menyelidiki seberapa jauh kebenarannya, sebagaimana yang terjadi pada golongan-golongan seperti Mu`tazilah, Jahmiyah dan lainnya. Mereka bertaklid kepada orang-orang sebelum mereka dari pemimpin yang sesat, sehingga mereka juga sesat, jauh dari akidah shahihah.

4)    Ghuluw (berlebihan) dalam mencintai para wali dan orang-orang shalih, serta mengangkat mereka di atas derajat yang semestinya, sehingga menyakini pada diri mereka sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali oleah Allah, baik berupa mendatangkan kemanfatan mapun menolak kemudharatan, juga menjadikan para wali itu sebagai perantara antara Allah dan maklukkNy, sehingga sampai pada tingkat penyembahan para wali tersebut dan bukan menyembah Allah. Mereka bertakarrub kepada kuburan para wali tiu dengan hewan kurban, nazar, do`a, nistighatsah dan meminta  pertolongan. Sebagaimana yang terjadi pada kaum Nabi Nuh terhadap orang-orang shalih ketika mereka berkata,

وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آَلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا

71:23. Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa’, yaghuts, ya’uq dan nasr”.

Dan demikianlah yang terjadi pada pengagung-pengagung kuburan di berbagai negeri sekarang ini.

5)    Ghaflah (lalai) terhadap perenungan ayat-ayat Allah yang terhampar di jagat raya ini (ayat kauniyah) dan ayat-ayat Allah yang tertuang dalam kitabNya (ayat-ayat Qur`aniyah) Disamping itu, juga  terbuai dengan hasil-hasil teknologi dan kebudayaan, sampai-sampai mengira bahwa itu semua adalah hasil kreasi manusia semata, sehingga  mereka mengagun-agungkan manusia serta menisbatkann seluruh kemajuan ini kepada jerih payah dan penemuan manusia semata.

6)    Pada umumnya rumah tangga sekarang ini kosong dari pengarahan yang benar (menurut Islam). Padahal Rasulullah telah bersabda,

4714 حدثنا القعنبي عن مالك عن أبي الزناد عن الأعرج عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم كل مولود يولد على الفطرة فأبواه يهودانه وينصرانه كما تناتج الإبل من بهيمة جمعاء هل تحس من جدعاء قالوا يا رسول الله أفرأيت من يموت وهو صغير قال الله أعلم بما كانوا عاملين

صحيح الترمذي ( 2237 ) // صحيح الجامع ( 4560 ) ، الإرواء ( 1220 )

Sunan Abu Daud 4091: Telah menceritakan kepada kami Al Qa’nabi dari Malik dari Abu Az Zinad dari Al A’raj dari Abu Hurairah ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuannya-lah yang menjadikan ia yahudi atau nashrani. Sebagaimana unta melahirkan anaknya yang sehat, apakah kamu melihatnya memiliki aib?” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan orang yang meninggal saat masih kecil?” Beliau menjawab: “Allah lebih tahu dengan yang mereka lakukan.”

Jadi, orang tua mempunyai peranan besar dalam meluruskan jalan hidup anak-anaknya.

7)    Enggannya media pendidikan dan media informasi melaksanakan tugasnya. Kurikulum pendidikan kebanyakan tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap pendidikan agama Islam, bahkan ada yang tidak perduli sama sekali. Sedangkan media informasi, baik media cetak maupun elektronik berubah menjadi sarana penghancur dan perusak, atau paling tidak hanya memfokuskan pada hal-hal yang bersifat materi dan hiburan semata, tidak memperhatikan hal-hal yang dapat meluruskan moral dan akidah serta menangkis aliran-aliran sesat. Dari sini, muncullah generasi yang telanjang tanpa senjata, yang tak berdaya di hadapan pasukan kekufuran yang lengkap persenjataannya.

2.1.2.5 . Cara-cara Penanggulangan Penyimpangan Aqidah Tauhid

Cara menanggulangi penyimpangan di atas teringkas dalam poin-poin berikut ini :

  1. Kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah untuk mengambil akidah shahihah. Sebagaimana para Salaf Sahlih mengambil akidah mereka dan keduanya. Tidak akan dapat memperbaiki akhir umat ini kecuali apa yang telah memperbaiki umat pendahulunya. Juga dengan mengkaji akidah golongan sesat dan mengenal syubhat-syubhat mereka untuk kita bantah dan kita waspadai, karena siapa saja yang tidak mengenal keburukan, ia dikhawatirkan terperosok ke dalamnya.
  2. Memberi perhatian pada pengajaran akidah shahihah, akidah Salaf, diberbagai jenjang pendidkan. Memberi jam pelajaran yang cukup serta mengadakan evaluasi yang ketat dalam menyajikan materi.
  3. Harus ditetapkan kitab-kitab salaf yang bersih sebagai materi pelahjaran. Sedangkan kitab-kitab kelompok penyeleweng harus di jauhkan.
  4. Menyebar para da`I yang meluruskan akidah umat Islam dengan mengajarkan akidah salaf serta menjawab dan menolak seluruh akidah batil.

BAB III
PENUTUP

Demikian yang dapat penyusun paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, Penyusun menyimpulkan masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penyusun banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penyusun demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah dikesempatan – kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penyusun pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

3.1. Kesimpulan
3.1.1. Pengertian aqidah secara bahasa (etimologi)
Aqidah berasal dari perkataan bahasa Arab yaitu اَلْعَقِيْدَةُ kata dasar al-aqd yaitu al-Rabith (ikatan), al-Ibram(pengesahan), al-Ahkam (penguatan), al-Tawutsiq (menjadi kokoh, kuat), al-syadd bi quwwah (pengikatan dengan kuat), dan al-Itsbat(penetapan).

3.1.2. Pengertian aqidah secara istilah (terminology)
Aqidah yaitu iman kepada Allah, para MalaikatNya, Kitab-kitabNya, para RasulNya dan Kepada Hari Akhir serta kepada qadar yang baik mapun yang buruk. Hal ini disebut juga sebagai rukun iman.

3.1.3. Pembagian aqidah tauhid
Secara umum bahwa  pembagian aqidah  atau tauhid itu ada dua:

  1. Tauhidullah
  2. Tauhidurrasul

3.1.4. Sebab-sebab penyimpangan aqidah tauhid
Sebab-sebab penyimpangan dari akidah shahihah yang harus kita ketahui:

  1. Kebodohan terhadap aqidah shahihah.
  2. Ta`ashushub (fanatik) kepada susuatu yang diwarisi dari bapak dan nenek moyangnya, sekalipun hal itu batil, mencampakkan apa yang menyalahinya, sekalipun itu benar.
  3. Taklid buta, dengan mengambil pendapat manusia dalam masalah akidah tanpa mengetahui dalilnya dan tanpa menyelidiki seberapa jauh kebenarannya, sebagaimana yang terjadi pada golongan-golongan seperti Mu`tazilah, Jahmiyah dan lainnya.
  4. Ghuluw (berlebihan) dalam mencintai para wali dan orang-orang shalih.                 Dan demikianlah yang terjadi pada pengagung-pengagung kuburan di berbagai negeri sekarang ini.
  5. Ghaflah (lalai) terhadap perenungan ayat-ayat Allah yang terhampar di jagat raya ini (ayat kauniyah) dan ayat-ayat Allah yang tertuang dalam kitabNya (ayat-ayat Qur`aniyah) Disamping itu, juga  terbuai dengan hasil-hasil teknologi dan kebudayaan, sampai-sampai mengira bahwa itu semua adalah hasil kreasi manusia semata, sehingga  mereka mengagun-agungkan manusia serta menisbatkann seluruh kemajuan ini kepada jerih payah dan penemuan manusia semata.
  6. Pada umumnya rumah tangga sekarang ini kosong dari pengarahan yang benar (menurut Islam). Padahal Rasulullah telah bersabda,
  7. Enggannya media pendidikan dan media informasi melaksanakan tugasnya.

3.1.5. Cara-cara Penanggulangi Penyimpangan Aqidah Tauhid
Cara menanggulangi penyimpangan di atas teringkas dalam poin-poin berikut ini :

  1. Kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah untuk mengambil akidah shahihah. Sebagaimana para Salaf Sahlih mengambil akidah mereka dan keduanya. Tidak akan dapat memperbaiki akhir umat ini kecuali apa yang telah memperbaiki umat pendahulunya. Juga dengan mengkaji akidah golongan sesat dan mengenal syubhat-syubhat mereka untuk kita bantah dan kita waspadai, karena siapa saja yang tidak mengenal keburukan, ia dikhawatirkan terperosok ke dalamnya.
  2. Memberi perhatian pada pengajaran akidah shahihah, akidah Salaf, diberbagai jenjang pendidkan. Memberi jam pelajaran yang cukup serta mengadakan evaluasi yang ketat dalam menyajikan materi.
  3. Harus ditetapkan kitab-kitab salaf yang bersih sebagai materi pelahjaran. Sedangkan kitab-kitab kelompok penyeleweng harus di jauhkan.
  4. Menyebar para da`I yang meluruskan akidah umat Islam dengan mengajarkan akidah salaf serta menjawab dan menolak seluruh akidah batil.

Daftar Pustaka
Al-Fauzan, Shalih bin Fauzan bin Abdullah “Kitab Tauhid” Jakarta : Darul Haq, 1998
Al-Utsaimin, Muhammad bin Shaleh,”Syarhul Aqidatil Wasithiyah” Darul Tsiriya
A415 H
Hasan Basri, Abu Ahsan Sirojuddin Lc, “Syarah Hadits Arba`in (dalam bahasa Indonesia), Pustaka Ibnu Katsir, Jakarta : 2012
Al-Utsaimin, Muhammad bin Shaleh, “Syrhul Arba`iin an-Nawawiyyah” Yayasan Kabajikan Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin